Pajak motor bensin diusulkan naik. Lalu kalau jadi dinaikkan, akankah motor listrik subsidi laris manis?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar mengusulkan agar pajak motor bensin bisa dikerek. Kenaikan pajak motor bensin itu nantinya akan dimanfaatkan untuk subsidi transportasi umum sejenis LRT ataupun kereta cepat.
Namun, kenaikan pajak motor bensin itu masih sebatas wacana. Dalam waktu dekat pemerintah menyebut belum berencana mengerek pajak motor berbahan bakar konvensional tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi menjelaskan, pernyataan Luhut saat peluncuran BYD itu masih rencana dan dibahas dalam rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga.
"Tidak ada rencana untuk menaikkan pajak terkait kendaraan bermotor dalam waktu dekat. Semua ini adalah wacana yang masih berada dalam tahap kajian mendalam, terutama untung ruginya terkait dengan manfaat dan beban yang akan ditanggung masyarakat. Pemerintah tentu akan berhati-hati dalam menerapkan pajak baru dan memastikan bahwa dampaknya tidak memberatkan masyarakat," ungkap Jodi.
Di lain sisi, pemerintah juga telah memberikan subsidi untuk motor listrik yang memenuhi persyaratan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) minimal 40%. Sayangnya, penyerapan motor listrik subsidi itu masih jauh dari yang ditargetkan. Misalnya sepanjang tahun 2023 dari target 200.000 unit, hanya 11.532 unit yang tersalurkan. Sementara untuk tahun 2024, kuota subsidi yang diberikan turun menjadi 50.000 unit.
Lalu bila nanti pajak motor bensin itu jadi dinaikkan, akankah masyarakat menggandrungi motor listrik subsidi? Pengamat otomotif senior sekaligus pakar desain produk di Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, berpendapat bisa saja motor listrik subsidi mulai dilirik masyarakat terlebih bila proses pembelian tidak lagi menyulitkan.
"Sebab, keunggulan utama EV ada pada biaya operasionalnya yang hanya seperlima ICE. Akan tetapi, pemerintah juga perlu memperjelas, mempermudah dan mempercepat proses untuk masyarakat dalam mendapatkan subsidi untuk pembelian EV, khususnya roda 2 bersubsidi itu," terang Yannes saat dihubungi detikOto belum lama ini.
Saat ini persyaratan untuk membeli motor listrik subsidi memang hanya KTP. Namun pada praktiknya disebut-sebut dealer enggan serta merta menyalurkan motor listrik subsidi. Pasalnya dealer enggan menalangi biaya subsidi yang harusnya langsung dibayarkan pemerintah.
"Hal ini bisa berdampak pada cashflow dealer dan membuat mereka enggan mendukung program ini. Program subsidi ini memerlukan kerja sama antara berbagai pihak, termasuk produsen kendaraan (APM) dan dealer. Tanpa sistem kerja sama yang kondusif, beban subsidi ini bisa jadi terlalu berat bagi dealer, sehingga menghambat pelaksanaan program ini," terang Yannes lagi.
(dry/rgr)
Komentar Terbanyak
Punya Duit Rp 190 Jutaan: Pilih BYD Atto 1, Agya, Brio Satya, atau Ayla?
Konvoi Moge Terobos Jalur Busway Ditilang Semua, Segini Besar Dendanya
Banyak Beredar di Jalan Raya, Emang Boleh Motor Tak Pakai Pelat Belakang?