Sepeda motor menjadi penyumbang kecelakaan tertinggi. Di sisi lain, sepeda motor listrik justru diberikan subsidi oleh pemerintah.
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengkritik, sepeda motor tidak pantas diberikan subsidi. Sebab, warga yang bisa beli motor dan mobil adalah kelompok orang mampu, sehingga tidak perlu diberikan subsidi atau insentif. Apalagi, sepeda motor menjadi penyumbang kecelakaan tertinggi.
"Sekitar 80 persen kecelakaan disebabkan oleh sepeda motor. Pemerintah harus mampu mengurangi penggunaan sepeda motor yang berlebihan. Jika tidak, dampaknya sudah seperti sekarang," kata Djoko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip data kecelakaan lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yang terlibat tahun 2020 (berdasarkan data Korlantas Polri, 2021), sepeda motor (roda dua dan roda tiga) menjadi penyumbang kecelakaan tertinggi, yakni 80,1 persen. Selanjutnya, angkutan barang 7,7 persen, angkutan orang (bus) 6,2 persen, mobil penumpang 2,4 persen, tidak bermotor 2,0 persen dan kereta api 1,6 persen.
"Buatlah kebijakan yang tidak menambah kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan sepeda motor, yakni menciptakan sepeda motor dengan laju rendah, kecepatan kurang 50 km per jam," ujar Djoko.
Dia menilai, pemerintah harus belajar dari negara-negara yang lebih maju. Jika belajar dengan beberapa negara di Eropa, industri sepeda motor tidak berkembang di sana. Di mancanegara, transportasi umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi dan bukan menargetkan motor listrik.
"Tidak ada kebijakan sepeda motor seperti di Indonesia, karena mereka paham sekali risiko memakai sepeda motor lebih tinggi ketimbang mobil. Di dunia, empat negara yang mengembangkan sepeda motor besar-besaran, yakni China, Thailand, Indonesia dan Vietnam," sebut Djoko.
Djoko menilai, pemerintah juga perlu belajar dari Kota Agats, Kabupaten Asmat di Papua. Di sana, masyarakatnya sudah menggunakan kendaraan listrik.
"Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta. Maka dari itu, insentif sepeda motor listrik diprioritaskan untuk daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa. Di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim sehingga harga BBM cenderung mahal. Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru," katanya.
(rgr/lth)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah