Menurut ahli psikologi, Ervan Abu yang dihubungi detikcom pada Senin (18/3/2019), pelaku tidak memiliki strategi yang fleksibel terhadap konflik yang dihadapi.
"Pelaku tampaknya tidak punya strategi menghadapi konflik yang fleksibel. Jadi mengambil cara 'kalah-kalah'. Padahal ada banyak cara menghadapi konflik yang lain yang lebih produktif," papar Ervan kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cara 'kalah-kalah' dijelaskan sebagai solusi penyelesaian masalah yang tidak ingin kedua pihak mendapatkan sesuatu. Dalam kasus ini pemiliki motor merasa kalah jika menerima begitu saja jika motornya ditilang dan pada kondisi itu dia memilih untuk merusak motornya agar tidak ada yang 'menang' dalam situasi tersebut.
Ervan menganalogikan kondisi tersebut dengan situasi dua orang yang sedang berebut sebuah kue. Pelaku lebih memilih untuk membuang kuenya daripada didapatkan oleh orang lain.
"Daripada jadi berantem kita buang kue itu biar kita berdua nggak makan," ujar Ervan.
Setiap orang memiliki kesempatan untuk memilih reaksi dalam menghadapi situasi. Namun dalam situasi ini dia tidak mencoba melakukan kerjasama melainkan memilih untuk menyerang.
Hal ini menurut Ervan cenderung tidak memberikan solusi dengan lari dari masalah. "Poin pentingnya setiap orang punya pilihan untuk mencoba bekerjasama atau malah menyerang. Kadang ada yang kecenderungannya bukan mencari solusi tapi lari dari masalah," tutupnya. (rip/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah