"Kalau di industri komersil gini ya, pasti butuh yang namanya detil. Payung hukum dan kepastiannya seperti apa," ucap Sekretaris Jenderal AISI Hari Budianto dalam diskusi bertajuk 'Mau Dibawa ke Mana Kendaraan Listrik Indonesia?' yang digelar detikcom bersama CNN Indonesia, di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Baca juga: AISI: Motor Listrik Perlu Kategorisasi |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika perkara di level regulasi sudah selesai, kata Hari industri motor baru bisa melakukan proses hitung-hitungan terkait investasi jangka panjangnya.
"Jadi kalau (peraturan) sudah final, baru produsen motor menghitung benefit, cost, dan segala macamnya. Jadi ketahuan arahnya mau ke mana. Investasinya mau berapa besar. Ini semua kan dihitung. Butuh studinya seperti apa, edukasi ke masyarakat bagaimana, sampai nanti ketemu volume BEP (Break Event Point) nya," lanjut Hari.
Pemerintah sendiri sebelumnya sudah menerbitkan Perpres No 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Perpres ini mengatur pengembangan kendaraan listrik dan hybrid di Indonesia. Pada halaman 88 no 2 disebutkan pengembangan tenaga listrik/hybrid pada tahun 2025, yang menyebutkan target 2.200 unit untuk kendaraan roda 4 dan 2,1 juta unit untuk kendaraan roda dua.
Selain itu, pada nomor 4 di halaman yang sama, juga disebutkan pemerintah akan menyusun kebijakan insentif fiskal untuk produksi mobil/motor listrik bagi pabrikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Pada intinya AISI terus mendukung pengembangan motor listrik oleh Pemerintah," pungkas Hari.
(ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Ini Dampak Buruk Andai Tarif Ojol Naik 8-15 Persen di Indonesia
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Ternyata Gegara Ini Insinyur India Bikin Tikungan Flyover 90 Derajat