Menperin Mau Mobil Hybrid Dikasih Insentif: Khawatir Pabrikan Pindah dari RI

Menperin Mau Mobil Hybrid Dikasih Insentif: Khawatir Pabrikan Pindah dari RI

Ridwan Arifin - detikOto
Selasa, 27 Agu 2024 09:36 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Hannover
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Foto: Ardhi Suryadhi/detikcom
Jakarta -

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengusulkan perlunya menerbitkan insentif mobil hybrid. Alasan utamanya supaya produsen mobil hybrid di Indonesia tidak pindah ke negara lain.

Saat ini ada tiga pabrikan yang sudah produksi mobil hybrid di Indonesia, yakni Toyota, Suzuki, dan Wuling.

"Salah satu pertimbangan kenapa kita perlu mempertimbangkan insentif untuk mobil hybrid, kami tidak mau pabrikan mobil hybrid di Indonesia itu pindah," jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang seperti dikutip dari CNNIndonesia, Selasa (27/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faktanya insentif mobil hybrid di Indonesia masih kalah kompetitif dari Thailand. Harga mobil hybrid di negeri gajah putih itu lebih murah dari Indonesia.

Ambil contoh model lain mobil hybrid. Toyota Yaris Cross Hybrid yang dijual mulai dari 789 ribu Baht atau setara Rp 352 jutaan. Sementara di Indonesia tembus Rp 440 juta. Ada selisih hampir Rp 100 juta untuk mobil hybrid.

ADVERTISEMENT

Kemudian Honda CR-V Hybrid, mobil SUV itu dijual Rp 814,4 juta di Indonesia. Sedangkan di Thailand mulai dari 1.589.000 baht atau setara Rp 710 juta.

"Kami tidak mau negara-negara lain di Asean yang memberikan insentif cukup menarik bagi pengembangan mobil-mobil hybrid itu nanti pindah ke negara-negara tersebut. Itu yang kita tidak mau," terangnya.

Pungutan pajak mobil ramah lingkungan lebih kecil Thailand ketimbang Indonesia. Peneliti Senior LPEM FEB UI, Riyanto menjelaskan harga on the road mobil di Indonesia hampir separuhnya merupakan instrumen pajak.

Dia membandingkan bea balik nama kendaraan (BBNKB) yang menjadi sumber pendapatan daerah tidak dipungut saat berada di Thailand. Di Indonesia tarif BBNKB bisa sampai 12,5 persen.

"Jadi Thailand 7 persen PPN, BBNKB tidak ada. Kita 12,5 persen, Ini pajak daerah, hemat saya kalau kita mau kompetitif dengan Thailand, ini harus ada pengorbanan juga, dari sisi penurunan harga nggak mungkin kita bisa bersaing dengan Thailand yang harganya jauh lebih murah," kata dia beberapa waktu yang lalu.

Pemerintah memberi karpet merah untuk produsen mobil listrik berbasis battery electric. Misalnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021, mobil listrik dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sedangkan mobil hybrid dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dari dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak itu besarannya bervariasi mulai dari 40 persen hingga 80 persen dari harga jual. Tergantung dari tingkat kapasitas mesin, konsumsi BBM, dan emisi yang dikeluarkan. Prinsipnya makin irit dan ramah lingkungan maka dikenakan PPnBM paling rendah.

Tidak hanya PPnBM yang berubah, tahun lalu pemerintah juga sudah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan untuk mobil baru di Indonesia adalah sebesar 11% dari harga jual. Tarif PPN ini biasanya sudah termasuk dalam harga on the road (OTR). Tapi pemerintah memberikan relaksasi bagi mobil listrik dengan hanya dikenakan tarif PPN satu persen.

Saat ini belum ada pembahasan dengan resmi dengan Kemenko Perekonomian dan Kementerian Keuangan terkait insentif mobil hybrid.

"Jangan tanya soal insentifnya, bagi kami insentif itu perlu untuk hybrid karna kami tidak mau pabriknya pindah, negara lain berikan insentif buat hybrid. Belum bahas, tapi itu jalan pikiran kami Kemenperin," pungkasnya.

Beberapa waktu yang lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah atau menambah kebijakan insentif untuk otomotif. Artinya, tidak ada tambahan aturan insentif untuk kendaraan hybrid.




(riar/dry)

Hide Ads