Pemerintah nampaknya tidak memberi sinyal hijau untuk insentif mobil hybrid. Padahal harga mobil ramah lingkungan itu sekarang lebih mahal daripada di Thailand.
"Tentu kalau untuk otomotif, kebijakan sudah dikeluarkan, jadi tidak ada kebijakan perubahan atau tambahan lain," ujar Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dikutip Rabu (7/8).
Menurutnya, angka penjualan mobil hybrid, tanpa diberikan insentif, sudah termasuk tinggi. Bahkan, kata dia, penjualan mobil hybrid dua kali lipat lebih banyak dibanding mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).
"Kalau kita lihat penjualan mobil hybrid itu hampir dua kali dari BEV. Jadi sebetulnya produk hybrid itu sudah berjalan dengan mekanisme yang ada sekarang," tambahnya.
Harga mobil hybrid di Indonesia masih kurang kompetitif dibandingkan Thailand. Instrumen pajak yang terlalu besar menjadi penyebabnya.
"Harga mobil di Indonesia membengkak dibandingkan Thailand, terutama karena akumulasi pajak dan bea masuk yang mencapai 45% dari harga total," kata Pengamat Otomotif, Yannes Pasaribu kepada detikOto, belum lama ini.
Dia menjelaskan mobil-mobil di Indonesia masih dipungut Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), bea masuk komponen impor.
"Belum lagi pajak kendaraan bermotor (PKB) tahunan, biaya Nomor Identifikasi Kendaraan (NIK), Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), dan berbagai biaya administrasi lainnya. Meski biaya tenaga kerja mungkin lebih rendah, biaya bahan baku dan komponen impor bisa lebih tinggi. Infrastruktur logistik yang kurang efisien juga menambah biaya distribusi," jelas dia lagi.
Yannes lalu menjelaskan keunggulan Thailand yang memberi keringanan untuk semua jenis mobil ramah lingkungan.
"Thailand unggul telak dengan pembebasan pajak penghasilan badan, bea masuk komponen impor, dan pengurangan pajak penjualan untuk mobil hybrid atau listrik. Sementara Indonesia masih berkutat dengan PPnBM yang kurang kompetitif. Subsidi pembelian mobil listrik dan insentif finansial bagi produsen juga lebih besar di Thailand, menarik minat investor global. Infrastruktur pengisian daya di Thailand berkembang pesat, didukung target ambisius produksi/penjualan mobil listrik dan regulasi emisi ketat. Indonesia masih tertinggal dalam hal ini," jelas dia.
Imbas pajak yang lebih kompetitif, harga jual kendaraan juga semakin murah.
Ambil contoh model lain mobil hybrid. Toyota Yaris Cross Hybrid yang dijual mulai dari 789 ribu Baht atau setara Rp 352 jutaan. Sementara di Indonesia tembus Rp 440 juta. Ada selisih hampir Rp 100 juta untuk mobil hybrid.
Kemudian Honda CR-V Hybrid, mobil SUV itu dijual Rp 814,4 juta di Indonesia. Sedangkan di Thailand mulai dari 1.589.000 baht atau setara Rp 710 juta.
Saat ini pemerintah memberi karpet merah untuk produsen mobil listrik berbasis battery electric. Misalnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021, mobil listrik dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Sedangkan mobil hybrid dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dari dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak itu besarannya bervariasi mulai dari 40 persen hingga 80 persen dari harga jual. Tergantung dari tingkat kapasitas mesin, konsumsi BBM, dan emisi yang dikeluarkan. Prinsipnya makin irit dan ramah lingkungan maka dikenakan PPnBM paling rendah.
Tidak hanya PPnBM yang berubah, tahun lalu pemerintah juga sudah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan untuk mobil baru di Indonesia adalah sebesar 11% dari harga jual. Tarif PPN ini biasanya sudah termasuk dalam harga on the road (OTR). Tapi pemerintah memberikan relaksasi bagi mobil listrik dengan hanya dikenakan tarif PPN satu persen.
Simak Video "Lihat Langsung Suzuki Fronx: Gaya ala SUV Coupe, Sudah Hybrid!"
(riar/lth)