Toyota memiliki sebuah mobil Toyota Kijang Innova Zenix Hybrid yang bisa menenggak bahan bakar nabati bioetanol. Kijang Innova Zenix HEV Flexy Fuel itu dipamerkan di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 di ICE, BSD City, Tangerang.
Mobil ini merupakan unit mobil yang sedang dikaji oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) untuk menggunakan bahan bakar bioetanol pada mobil hybrid. Mobil dengan mesin berbahan bakar energi terbarukan, biofuel itu bisa bisa membantu penurunan emisi. Bahkan, mobil ini disebut bisa menenggak bioetanol 100 persen.
Lantas bagaimana dengan ketersediaan bahan bakar bioetanol? Seperti diketahui, di Indonesia saat ini sedang dilakukan uji coba bahan bakar bioetanol di Jakarta dan Surabaya. Di beberapa SPBU sudah tersedia bahan bakar bioetanol, tapi kadarnya masih rendah, yaitu 5 persen atau E5 dengan produk Pertamax Green 95.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Pengembangan Industri SektorESDM Agus Tjahajana mengatakan pemerintah sedang mengembangkan bahan bakar bioetanol untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Saat ini yang sudah berjalan cukup masif adalah bahan bakar biodiesel 35 persen atau B35. Sedangkan bioetanol masih di E5.
"Pengembangan (bioetanol) sudah tertuang di Permen ESDM No. 12 tahun 2015. Disebutkan target penerapan bioetanol sektor transportasi tahun 2020 adalah sebesar 10% dan 20 persen di tahun 2025. Dalam pelaksanaan hingga 2020 penerapan bioetanol masih belum dapat diterapkan dan pada November 2022, Presiden memberi arahan agar bioetanol segera diimplementasikan. Sehingga 2023 telah dilaksanakan uji coba di Surabaya dan Jakarta," kata Agus di GIIAS 2024 di ICE, BSD City, Tangerang, Selasa (23/7/2024).
Kata Agus, pengembangan bioetanol masih ada tantangan. Terutama soal keterbatasan bahan baku, variasi bahan baku pembuatan bioetanol, tingginya harga bahan baku serta belum adanya mekanisme insentif untuk mengatasi perbedaan harga bioetanol dan bensin.
"Kita harus kejar, kan kita baru (uji coba) di Surabaya baru E5. Kita mau lari ke E20, itu aja masih lama. Yang masalah bukan bikinnya ya. Bahan bakunya. Kan itu kebanyakan tetes tebu, tetes tebunya kan terbatas. Makanya dibikin pabrik di Papua itu. Nanti kalau itu sudah mulai jalan, tetes tebunya kan banyak," ujar Agus.
Asisten Deputi Bidang Industri Maritim dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi M. Firdaus Manti mengatakan transisi penggunaan BBM di sektor transportasi memerlukan beberapa teknologi. Transisi penggunaan bensin atau bahan bakar fossil maupun diesel itu dapat ditempuh melalui beberapa cara seperti elektrifikasi, penggunaan biodisel, bioetanol, maupun energi alternatif lainnya seperti hidrogen.
"Ke depannya biofuel ini bisa menjadi utama. Hybrid tapi dengan biofuel, jadi itu akan lebih bersih dibandingkan misalnya hybrid dengan (bahan bakar) fossil karena bagaimana pun kita mengejar target net zero emission," ucap Firdaus di kesempatan yang sama.
(rgr/dry)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?