Banyak Merek Baru, Kenapa Penjualan Mobil di RI Mentok 1 Jutaan Unit?

Banyak Merek Baru, Kenapa Penjualan Mobil di RI Mentok 1 Jutaan Unit?

Ridwan Arifin - detikOto
Selasa, 16 Jan 2024 19:30 WIB
Penjualan Domestik Kendaraan Komersial Naik

Sejumlah mobil terparkir di Car Port Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (12/3/2018). Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan bahwa penjualan domestik kendaraan komersial sampai pada 2017, 235.307 unit terbagi di antaranya truk naik 45%, pickup naik 6 persen, dan double cabin naik 46 persen. Grandyos Zafna/detikcom
Kenapa penjualan mobil di Indonesia mentok di angka 1 jutaan unit? Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Penjualan mobil dalam satu dekade terakhir stagnan di angka satu juta unit. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) masih mencari formula untuk melakukan terobosan supaya angkanya bertambah.

Seperti diketahui pabrikan otomotif di Indonesia makin ramai dengan brand baru, tak hanya Jepang dan Eropa saja. Dalam lima tahun terakhir pabrikan China juga mulai meramaikan industri otomotif Tanah Air.

"Kita inginnya tumbuh (pasarnya), kalau pemainnya masuk di sini, lapangan kerja makin banyak, kan ekonominya juga tumbuh," kata Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara di Jakarta Selatan, Selasa (16/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kukuh menambahkan, pihaknya sedang mencari solusi agar tidak terjebak di angka satu juta unit. Pasar mobil Indonesia menunjukkan stagnasi pada level penjualan sekitar satu jutaan per tahunnya, padahal rasio kepemilikan mobil masih sekitar 99 mobil per 1.000 penduduk.

Penjualan mobil tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2013 yang mencapai 1.229.811 unit kemudian terus merosot di tahun berikutnya namun tetap berada di level satu jutaan.

ADVERTISEMENT

Kukuh mengatakan sudah bekerja sama dengan pihak akademisi untuk mencari akar masalah kenapa tidak berkembangnya pasar otomotif dalam negeri. Namun pertumbuhan pasar berkaitan dengan kondisi ekonomi negara.

"Kita nggak gegabah dalam mencari solusinya, sekarang kita sedang mengkaji dengan LPEM UI, kenapa ini satu dekade masih satu juta, jadi banyak sisi yang kita lihat apakah mobilnya terlalu mahal, apakah kemudian perlu sisi lain lagi, misalnya pertumbuhan ekonomi, belum selesai studinya," ujar Kukuh.

Mengutip paparan LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat) FEB UI pada GIIAS 2023 lalu, berkaitan dengan pendapatan per kapita yang naik tipis per tahun 3,65 persen, - masih berada dalam kelompok negara berpendapatan menengah-atas awal. Pendapat per kapita yang naik tipis tersebut disebabkan pertumbuhan ekonomi yang berkisar antara lima persen dalam kurun waktu periode 2015-2022. Ini menjadi salah satu penyebab penjualan mobil di Indonesia stagnan di level satu juta unit.

"Tapi indikasinya adalah perlu pertumbuhan yang lebih tinggi, kalau kita lihat dari data Gaikindo pada saat kita menembus 1,4 juta unit, 1,3 juta unit itu pertumbuhan ekonomi di 2011, 2012 itu enam persen lebih tapi itu di luar kemampuan Gaikindo, itu kan sesuatu yang lebih luas lagi. Itu coba kita kondisikan, jadi beberapa kajian kemudian ada generasi baru; generasi Z, atau millenial. Itu preferensinya berbeda," ujar Kukuh.

Di sisi lain untuk menumbuhkan pertumbuhan pasar, berdasarkan pengalaman pemerintah melakukan relaksasi pajak saat Covid-19 membuat permintaan mobil tinggi. Pasalnya, konsumen sensitif terhadap harga. Perlunya insentif fiskal sebagaimana yang diberikan pada tahun 201 yakni pengurangan pajak pertambahan atas barang mewah (PPnBM).

Lalu calon pembeli mobil saat ini adalah yang berumur 26-41 atau lahir pada periode 1981-1995 yang dikenal dengan generasi millennial. Calon pembeli pembeli mobil periode 2025-2030 adalah generasi Z (Gen Z) yang lahir antara 1995-2010. Produsen harus menyesuaikan preferensi konsumen.

"Kendaraan-kendaraan kita masih didominasi oleh MPV, tapi generasi millennial ini yang suka main gadget, jadi ini juga tantangan para pelaku industri, kendaraannya semakin canggih, kalau dulu mungkin waktu saya masih aktif di operasional itu hanya sekadar power window," ujar Kukuh.

"Sekarang tentunya gadget, semuanya harus ada Google Maps-nya dan sebagainya. Ini yang harus kita lakukan. Itulah strategi-strategi apa yang harus dilakukan. Di sisi lain tadi saya sebut, negara tetangga kita juga masih agresif mempertahankan industrinya, jangankan untuk mengundang investor baru, komponennya pun kalau bisa difasilitasi supaya investasinya ada di negara mereka. Indonesia harus segera melakukan tindakan-tindakan untuk melakukan persaingan itu. Kita masih kalah dengan Thailand, jumlah supplier kita kalah dari mereka, dan ini harus betul-betul kita amati," jelas Kukuh.

Kukuh melanjutkan pemerintah harus serius untuk membentuk iklim investasi. Seperti yang dilakukan di Thailand.

"Misalnya Thailand membentuk komite industri kendaraan bermotor yang dipimpin oleh perdana menterinya. Ini menunjukkan keseriusan mereka, kemudian mereka nampaknya juga betul-betul menangani itu, investor senang di sana. Kalau bisa CEO-nya mimpin di Thailand 5-6 tahun atau 10 tahun setelah itu pensiun lalu tinggal di sana, boleh ditelusuri itu banyak yang melakukan seperti itu. Kita juga harus mampu melihat ke sana. Itu terkait one million trap," kata Kukuh.

Selanjutnya untuk menghindari jebakan 'sales trap of 1 million units', maka selain fokus bagaimana meningkatkan pasar domestik Indonesia, juga tak kalah pentingnya fokus pada pasar luar negeri.

"Kita juga sudah berusaha untuk membuat perjanjian dengan negara lain. harus segera dilakukan, kita harus agresif juga, karena ini satu-satunya industri yang mampu bertahan cukup lama, dan mampu survive dalam kondisi pandemi kemarin karena industri yang lain beda, contoh misalkan industri makanan dan Thailand tumbuhnya di Thailand, bahaya ini kalau otomotif dibiarkan, padahal pangsa pasar terbesar," jelas dia.

"Varian mobil harus diperbanyak, kemudian negara tujuan ekspor juga harus diperbanyak, supaya kita bisa mengoptimalkan kapasitas industri yang ada, kemudian kita bersyukur negara lain mulai melirik bahwa Indonesia potensinya cukup besar, tapi juga kita sampaikan mau datang ke Indonesia silahkan karena pasarnya gede, potensinya gede, karena bukan hanya di Jawa saja, daerah lain mulai tumbuh, kita sampaikan ini ternyata direspons cukup baik, tidak hanya Korea saja, China pun datang, Eropa pun sekarang kembali lagi," sambungnya lagi.




(riar/dry)

Hide Ads