Mobil Listrik China Rp 200 Jutaan Ganggu Toyota Agya Dkk?

Mobil Listrik China Rp 200 Jutaan Ganggu Toyota Agya Dkk?

Dina Rayanti - detikOto
Jumat, 03 Nov 2023 08:15 WIB
PT Toyota-Astra Motor (TAM) resmi meluncurkan Toyota Agya terbaru. Setelah memperkenalkannya bulan lalu, kini Toyota mengumumkan harga Toyota Agya terbaru.
Toyota Agya masih jadi incaran pembeli mobil pertama. Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Mobil listrik dengan harga Rp 200 jutaan kini dapat ditemui pada merek China. Lantas apakah ini bikin pasar Agya cs di segmen LCGC terusik?

Mobil listrik dengan harga yang cukup ramah di kantong belakangan dihadirkan oleh pabrikan China. Sebut saja Wuling yang menghadirkan mobil listrik dengan harga di bawah Rp 300 jutaan. Bahkan Wuling menghadirkan versi Lite dengan banderol Rp 180 jutaan.

Tak cuma Wuling, DFSK juga belum lama ini memboyong mobil listrik mungilnya yang dijual dengan harga tak sampai Rp 220 juta. Dua varian mobil listrik DFSK masing-masing ditawarkan dengan harga Rp 189 juta dan Rp 219 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harga dua model mobil listrik jika diperhatikan hanya berselisih tipis dari mobil di segmen Low Cost Green Car (LCGC) yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia tujuh tahun belakangan. Sebagai perbandingan Agya termahal dijual Rp 191,4 juta sedangkan varian tertinggi Calya banderolnya Rp 187,4 juta.

Dengan harga berselisih tipis dan tren mobil listrik yang tengah naik daun, benarkah segmen yang dihuni Agya Cs itu sudah mulai terganggu keberadaan Wuling Air ev dan Seres E1? Direktur Marketing PT Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy menegaskan sejauh ini pasar Agya-Calya di LCGC sama sekali tidak terpengaruh dengan Wuling Air ev ataupun Seres E1.

ADVERTISEMENT

Dijelaskan Anton saat ini mobil listrik sekalipun harganya ramah kantong belum menjadi pilihan utama dari masyarakat Indonesia. Ini berbeda dengan mobil-mobil LCGC yang justru menjadi incaran pembeli mobil pertama.

"Hao san (Asia DCEO, President TMAP Hao Quec Tien) tuh masih sopan ngomongnya pemilik kedua, pemilik ketiga, kalau saya pemilik keenam, mobil keenam mobil ketujuh, jadi bisa dibayangkan yang punya mobil itu siapa, jadi belum orang normalnya Indonesia. Jadi belum sampai di situ segmennya," terang Anton saat ditemui di Tokyo belum lama ini.

Anton lebih lanjut mengatakan para pembeli mobil pertama itu bahkan belum mempertimbangkan mobil listrik. LCGC masih memiliki pesona yang belum bisa tergantikan oleh mobil listrik Rp 200 jutaan.

"Karena gini kalau kamu punya mobil pertama dan kita kan butuh yang reliable untuk pergi kemana-mana, mereka banyak concern, resale value, infrastruktur," tambah Anton.

Sebelumnya, Hao Quec Tien memang mengatakan mobil listrik belum jadi pilihan utama masyarakat, termasuk di Indonesia. Meski begitu Hao tak menampik popularitas mobil listrik belakangan terus meningkat lantaran biaya operasional yang dinilai lebih murah.

"Saat saya berdiskusi dengan konsumen mobil listrik mereka merupakan kendaraan kedua atau ketiga, bukan yang pertama. Dan ketika ditanya kenapa beli BEV, mereka kebanyakan menjawab karena running cost, karena di masing-masing mega city, biaya listrik tidak terlalu tinggi," jelas Hao.




(dry/din)

Hide Ads