Supaya Indonesia Bisa Kalahkan Thailand Jadi Raja Otomotif

Supaya Indonesia Bisa Kalahkan Thailand Jadi Raja Otomotif

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Selasa, 08 Agu 2023 20:08 WIB
Pabrik Produksi Toyota Yaris Cross di Karawang
Pabrik mobil hybrid Toyota di Karawang (Foto: Rangga Rahadiansyah/detikcom)
Karawang -

Industri otomotif Indonesia terus dibanding-bandingkan dengan Thailand. Bahkan, Thailand dilaporkan telah selangkah lebih maju soal kendaraan elektrifikasi.

Menurut Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, salah satu hal mengapa Thailand lebih unggul soal industri otomotif adalah terkait perpajakannya.

"Kita kan selalu membandingkan sama Thailand jumlahnya, tapi pernah nggak kita bandingkan pajaknya?" kata Bob di Toyota Karawang Plant 2, Jawa Barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pajak di Thailand itu bisa dikatakan separuh dari pajak yang ada di Indonesia. Sehingga market kita juga tertahan. Kan pajak kita ada pajak barang mewah, bea balik nama, PPN. Pajaknya lebih tinggi," ujarnya.

Bob mencontohkan ketika Indonesia memberikan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Saat itu, permintaan mobil dari konsumen melonjak.

ADVERTISEMENT

"Begitu (PPnBM) dibebasin langsung penjualannya naik pesat. Padahal masih ada tuh bea balik nama. Artinya kalau dibandingkan Thailand potensi kita seperti itu. Dari tahun 2016-2017, diproyeksikan tahun 2020 diproyeksikan 2 juta unit, Sekarang 1,1 juta," sebut Bob.

Bob melanjutkan, industri otomotif sempat menyampaikan uneg-uneg kepada pemerintah saat ada relaksasi PPnBM. Ketika itu, volume penjualan mobil naik, namun jumlah pajak yang dibayarkan ke pemerintah ikutan naik.

"Bayangan orang kan begitu PPnBM diturunin pajak ke pemerintah turun. Tapi karena volume (penjualan) naik, pajak yang dibayar itu naik. Jadi sebenarnya dampaknya positif bagi ekonomi. Cuma memang bagi kebijakan publik kelihatan nggak populer, karena seolah-olah memberikan insentif untuk orang kaya. Itu problemnya. Mungkin itu kendala di pemerintah juga," ucapnya.

Menurut Bob, di satu sisi memang harus ada pajak yang dibayarkan untuk menjaga pendapatan negara. Di sisi lain, harus dilihat juga tingkat pajak yang paling tepat sehingga bisa memaksimalkan pemasukan negara.

"Kalau kita mau mengembangkan ke depan itu ya tax harus dilihat," serunya.

Saran selanjutnya adalah mengenai advokasi publik. Menurut Bob, untuk membuat masyarakat berminat dengan kendaraan elektrifikasi maka dibutuhkan edukasi.

"Pertama kali kita menghadirkan hybrid (di Thailand) itu nggak gampang untuk masyarakatnya beli. Waktu itu warranty-nya 6 tahun. tapi 4 tahun udah pada minta ganti semua. Tapi diganti sama Toyota. Nah baterai yang seken itu direkondisi lagi kemudian dijual lagi di secondary market dengan warranty 2 tahun, harga sepertiga. Ternyata itu membangun peace of mind customer. Karena ada baterai baru, ada baterai seken. Pelan-pelan masyarakat teredukasi," jelas Bob.

Yang ketiga perlu dibangun ekosistem. "Kita harus ada recycle baterai, supply chain, kemudian financing--mem-financing convensional car dengan mobil listrik beda--, insurance, salesman, servisnya. Itu semua ekosistemnya yang harus dibangun untuk masuk ke elektrifikasi. SDM juga harus diperhatikan," pungkas Bob.




(rgr/din)

Hide Ads