Kecelakaan tabrak belakang truk menjadi kecelakaan tragis beberapa waktu belakangan ini. Bahkan, kecelakaan seperti itu memakan korban jiwa.
Beberapa di antaranya adalah kecelakaan yang menewaskan mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak serta yang terbaru kecelakaan pebulutangkis muda Syabda Perkasa Belawa. Kecelakaan yang melibatkan kedua figur publik itu terbilang kecelakaan nahas karena menabrak bagian belakang truk.
"Dalam kurun setahun terakhir ini, setidaknya ada dua tokoh di negeri ini meninggal dunia di jalan tol, karena menabrak belakang truk. Kecelakaan lalu lintas yang menimpa mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak jadi pengingat betapa pentingnya memastikan pengemudi dalam kondisi prima. Fasilitas pencegah fatalitas kecelakaan juga diperlukan. Kemudian, pebulutangkis Syabda Perkasa Belawa meninggal dalam kecelakaan lalu lintas di Tol Pemalang-Batang, Jateng, Senin. Syabda yang menderita cedera berat di kepala tewas setelah dirawat di rumah sakit," kata Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam keterangan tertulisnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Djoko, faktor penyebab fatalitas dalam kecelakaan ini adalah tak tersedianya rear underrun protection (RUP) atau perisai kolong belakang pada truk. Dia bilang, komponen perisai itu penting untuk mencegah fatalitas atau kematian.
"Semestinya, semua truk besar dipasangi RUP sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaraan Bermotor. Pemilik truk seharusnya memahami ini sebagai upaya menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan tabrak belakang yang kerap melibatkan truk besar," ujar Djoko.
Perisai kolong belakang berfungsi layaknya bumper. Saat ditabrak dari belakang, kendaraan yang menabrak tidak akan tergelincir masuk ke kolong truk karena tertahan oleh bumper tersebut. Kondisi ini memberikan kesempatan airbag atau kantong udara pada mobil mengembang dan menyelamatkan penumpang.
Djoko menilai, cukup marak kecelakaan akibat tabrak belakang terjadi di jalan tol. Menurutnya, hal ini juga dipengaruhi belum terwujudnya kebijakan zero truk ODOL (over dimension over load).
"Kementerian Perindustrian dan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) masih meminta penundaan dengan beragam alasan setiap akan diterapkan. Catatan dari Ditjenhubdat (2023) menunjukkan upaya penundaan itu terjadi di tahun 2019, 2021 dan tahun 2023. Berharap agar Kementerian Perindustrian dan Apindo memiliki empati dengan keselamatan lalu lintas. Menyandingkan ekonomi dan keselamatan akan terwujud seperti halnya sudah dilakukan di banyak negara," ujar Djoko.
Selain itu, pengawasan terhadap kendaraan logistik juga masih lemah. Berdasarkan datanya, masih banyak pelanggaran muatan pada truk.
"Data yang terkumpul dari sejumlah jembatan timbang yang dioperasikan Ditjenhubdat, Kemenhub (2021) , menyebutkan pemeriksaan terhadap kendaraan logistik yang tidak melanggar 88 persen, sedangkan yang melanggar 12 persen. Pelanggaran tertinggi adalah daya angkut sebanyak 67,7 persen, kemudian kelengkapan dokumen (29,02 persen), tata cara muat (2,1 persen), persyaratan teknis (0,7 persen), dan dimensi (0,5 persen)," beber Djoko.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah