Kasus tabrak lari seakan makin sering terjadi. Akhir pekan kemarin, sebuah mobil Mercy bernopol B-2388-RFQ menabrak bocah dan orang tuanya di Kelapa Gading. Bukannya berhenti untuk memberikan pertolongan, pengemudi Mercy itu malah tancap gas.
Kecelakaan bermula ketika pada Minggu (21/3/2021) pagi mobil Mercy bernopol B-2388-RFQ melaju di Jalan Cengkir Raya, Kelapa Gading, Jakut melaju ke arah barat. Setiba di lokasi, mobil tersebut menabrak korban yang sedang jalan pagi bersama kedua orang tuanya.
Akibat kejadian itu, korban mengalami luka berat dan pendarahan otak. Sedangkan kedua orang tua korban mengalami luka ringan. Sementara pengemudi Mercy itu melarikan diri. Pengemudi Mercy yang menabrak bocah itu baru menyerahkan diri pada Rabu (24/3) siang ke Polres Metro Jakarta Utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut keterangan polisi, pengemudi Mercy itu kabur lantaran syok dan merasa takut. "Tersangka mengaku melarikan diri karena takut dan syok akibat adanya kecelakaan tersebut," kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo dalam jumpa pers di kantor Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021).
Praktisi safety driving yang juga Senior Instructor Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, menyoroti maraknya kasus tabrak lari. Menurut dia, tabrak lari merupakan reaksi dari ketidaksiapan pengemudi.
"Semua itu menjadi alasan pembenaran atas perbuatannya, yang lagi-lagi meremehkan berkendara. Orang pada suka gagal paham, mengemudi itu mudah dan gampang. Cuma jaga kecepatan, jaga jarak dan konsentrasi. Yang susah itu bertanggung jawab atas keputusannya," ucap Sony kepada detikcom, Kamis (25/3/2021).
Dia menyebut, alasan shock, takut, panik dan kaget untuk melakukan tabrak lari adalah sebuah reaksi akibat tidak siapnya pengemudi dalam menyikapi kondisi bahaya. "Sehingga yang bersangkutan tidak dapat berpikir jernih dalam mengambil keputusan, akhirnya yang mudah dilakukan 'lepas tangan' alias kabur," ucapnya.
Menurut Sony, pengemudi Mercy yang menyerahkan diri ke polisi itu dinilai terlambat karena sudah dianggap tidak bertanggung jawab. "Itu korban akibat kelalaiannya kan harus dilihat dan ditolong," ujar Sony.
Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Pasal 231 Ayat 1, pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas wajib: menghentikan kendaraan yang dikemudikannya; memberikan pertolongan kepada korban; melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Lebih lanjut pada Pasal 312 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, pelaku tabrak lari bisa dijerat sanksi pidana paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75 juta.
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat tanpa alasan yang patut, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000," bunyi peraturan itu.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah