Indonesia sudah mewajibkan pabrikan mobil berstandar Euro 4. Otomatis teknologi itu diikuti dengan kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang lebih tinggi. Tapi faktanya, masih banyak mobil-mobil terbaru menggunakan standar BBM lebih rendah.
Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri (PERMEN) LHK No.p.20/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/3/2017, tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe Euro 4.
"Mobil sejak 2018 itu kan kita euro 4 itu sama minimumnya 91," kata Ahli Konversi Energi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung, Tri Yuswidjajanto Zaenur saat webinar yang disiarkan melalui YouTube YLKI, Kamis (19/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan untuk mobil-mobil Low Cost Green Car sudah terpasang stiker BBM yang direkomendasikan pabrikan, yakni RON 92. Meski sudah terpampang, masyarakat cenderung masih memilih BBM Pertalite atau Premium karena harganya lebih murah. Belum lagi demi kualitas udara, uji emisi kendaraan hanya dilakukan satu kali, yakni saat uji tipe.
"Jadi Kepmen LHK itu yang mepersyaratkan uji tipe salah satunya seperti uji emisi gas buang, itu hanya berhenti diuji tipe jadi hanya kendaraan baru itu akan dipasarkan. Tapi setelah itu sampai di tangan konsumen tidak ada kontrol lagi."
"Ini sangat disayangkan tidak ada lagi pengujian emisi setelah itu, jadi begitu jatuh di tangan konsumen tidak ada yang mengharuskan dia untuk mengisi BBM tertentu sekalipun tertulis dengan nyata di kaca mobil kendaraannya di dekat tutup bensin tertulis RON 92 itu pun belum diikuti, karena pertimbangannya itu selalu mencari yang murah," sambungnya.
Vice President Promotion & Marketing Communication PT Pertamina, Arifun Dhalia mengatakan konsumsi BBM standar RON 92 di Indonesia masih rendah. Di ASEAN, Indonesia satu-satunya negara yang belum hapus BBM Premium.
"Pertalite itu sudah 55 persen, paling besar volumenya yang digunakan oleh masyarakat Indonesia, sementara premium 30 persen, Pertamax 14 persen, Turbo 1 persen," kata Arifun Dhalia dalam forum yang sama.
Efek Pakai BBM Tak Sesuai Rekomendasi
Penggunaan bensin jenis Premium untuk LCGC yang punya kompresi tinggi akan menyebabkan beberapa efek buruk. Salah satunya adalah efek ngelitik.
"Dalam jangka pendek tentu kita akan merasakan kurangnya tenaga yang tidak optimal. Jelas lebih boros, ketika timbalnya besar otomatis banyak yang terbuang," ujar Probo Prasiddhahayu selaku Pertamina Sales Area Manager Retail Banten beberapa waktu yang lalu.
"Paling nyebelin adalah ketika kita dandan keren, mau nongkrong di kafe mana, (bunyi) teketeketek teketekek, ngelitik semua mobilnya, ndut-dutan," sambung dia.
Indonesia berencana mau hapus BBM jenis Premium pada 1 Januari 2021 mendatang. Hal itu dikarenakan BBM dengan kadar Research Octane Number (RON) 88 tersebut tidak ramah lingkungan. Ia mengatakan hanya ada 7 negara di dunia yang masih menggunakan bensin RON 88.
Tujuh negara yang masih menjajakan BBM setara Premium itu yakni Indonesia, Kolombia, Mesir, Mongolia, Bangladesh, Ukraina, dan Uzbekistan. Untuk itu, saat ini Pertamina sedang mengedukasi masyarakat untuk beralih ke BBM yang lebih ramah lingkungan agar penghapusan BBM Premium bisa diimplementasikan.
'Masa iya kita setara dengan Bangladesh, Kolombia, kan sebenarnya menyedihkan informasi ini," ucap Arifun.
Tidak hanya sampai di situ, Indonesia juga menjadi negara dengan variasi BBM terbanyak yakni 6 jenis; RON 88 (Premium), RON 89, RON 90 (Pertalite), RON 92 (Pertamax), RON 95 (Pertamax Turbo), dan RON 98 (Pertamax Racing).
Di wilayah ASEAN lain, Singapura misalnya, hanya menjual 2 jenis BBM yakni RON 92 dan 98. Begitu juga di Malaysia, minimal yang dijual yaitu BBM RON 95 dan BBM RON 97. Kemudian di Thailand (BBM RON 91 & BBM RON 95), Filipina (BBM RON 91, BBM RON 95, BBM RON 97, dan BBM RON 100), Vietnam (BBM RON 92 dan BBM RON 95).
(riar/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?