"Seperti kasus Bus Sriwijaya di Dempo, Pagaralam kemarin. Itu ada testimoni dari orang-orang yang di dalam itu mereka kayak dikocok-kocok. Terlempar semua. Coba mereka pakai seatbelt, mungkin nggak sebegitu parah," kata instruktur dan founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di undang-undangnya belum ada, UU Angkutan Jalan Raya 22 2009. Tetapi ada Permen (Peraturan Menteri) yang baru disosialisasikan pada 2018 kepada pengusaha karoseri. Di mana setiap bus yang dibuat itu diminta untuk memasang sabuk pengaman," terang Jusri.
Baca juga: Izin Trayek Bus Sriwijaya Sudah Kedaluwarsa? |
Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2015, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek, disebutkan setiap kendaraan yang diproduksi wajib memasang sabuk pengaman. Aturan ini memiliki tenggang waktu 3 tahun, sehingga sejak 2018, karoseri bus wajib memasang perangkat sabuk pengaman.
Kendati anjurannya sudah ada, namun untuk penegakan hukum jika melanggar aturan tersebut belum ada undang-undangnya.
"UU untuk penegakan hukumnya oleh Polisi, itu dasar hukumnya nggak ada. Harusnya pemerintah tegas, seperti di UU Angkutan Jalan Raya 22 2009. Bus harus ada sabuk pengaman. Tapi itu juga susah, karena penerapan penegakannya gimana. Wong kita aja yang belakang (belum ada aturannya) untuk mobil kecil. Padahal sudah diberlakukan sejak 1992. Tapi belum ada peningkatan penambahan sabuk pengaman bagi row kedua dan ketiga," pungkas Jusri.
(lua/rgr)
Komentar Terbanyak
Mobil Esemka Digugat, PT SMK Tolak Pabrik Diperiksa
Syarat Perpanjang SIM 2025, Wajib Sertakan Ini Sekarang
7 Mobil-motor Wapres Gibran yang Lapor Punya Harta Rp 25 Miliar