Perbedaan seperti ini tentu akan menyulitkan ekosistem mobil listrik. Tentu akan sangat menyulitkan apabila sebuah mobil listrik cuma bisa diisi di tempat khusus sesuai mereknya.
Boss ABB--perusahaan penyedia alat pengisian daya--Tarak Metha, mengakui bahwa hal tersebut merupakan masalah yang memang perlu dicari solusinya saat ini. Ia juga memahami bahwa setiap pembuat mobil ingin memiliki sistem mereka sendiri untuk infrastruktur produknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mampukah PLN Pasok Daya SPKLU? |
"Bersamaan dengan kepentingan politik secara natural, OEM otomotif jadi berpikir untuk tidak membuat terlalu banyak standardisasi. Infrastruktur harus memiliki beberapa standar sehingga satu standar melawan dua standar memberikan dampak substansial pada biaya infrastruktur dalam cakupan geografis tertentu," kata Metha.
Menurutnya memang kolaborasi antar pembuat mobil akan memudahkan pembangunan infrastruktur kendaraan listrik ditambah itu juga memangkas biaya investasi pengembangan.
Baca juga: Anies: Trek Balapan Mobil Listrik di Monas |
"Kami melihat evolusi kolaborasi. Ini memang sangat menantang, kabar baiknya untuk saat ini hanya ada dua standar yang ada," lanjutnya.
Sebaliknya ada masalah lain yang muncul ketika mobil listrik berbagi pengisian daya yang sama satu dengan lainnya. Pengisian daya listrik melakukan pertukaran data sehingga ini menjadi sangat berisiko bagi setiap merek harus membagi data produknya dengan kompetitor.
"Konvergensi dapat terjadi jika berbagi data ini dapat disetujui karena tak bisa dimungkiri ada banyak data berharga yang diserap charging station dari mobil listrik. Menjadikan satu standar pengisian daya perlu usaha yang sangat besar tentunya," tukasnya.
(rip/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Ini Dampak Buruk Andai Tarif Ojol Naik 8-15 Persen di Indonesia
Biaya Tes Psikologi Naik, Perpanjang SIM Bakal Keluar Duit Segini