Adapun kedelapan anggota Asianusa itu adalah Tawon, Merapi, Fin Komodo, GEA, ITM, Wakaba, Borneo dan Kancil. Namun, hampir semua anggota Asianusa itu 'mati suri'. Hanya Fin Komodo yang masih bertaha hidup.
"Asianusa itu tadinya ada 8 member. Tapi, yang 7 sudah mati suri, sudah tidak ada aktivitas lagi mereka. Jadi sekarang, hanya Fin Komodo saja yang masih bertahan saat ini," kata Presiden Direktur PT Fin Komodo Teknologi, Ibnu Susilo di markasnya di Cimahi, Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketujuh anggota Asianusa lain, mereka tidak bisa survive karena tidak ada dukungan pemerintah. Itulah bukti kalau tidak ada dukungan pemerintah maka bayi-bayi ini sangat rentan. Karena bayi ini harus didukung. Kalau di negara-negara mana pun, bayi-bayi seperti ini didukung pemerintahnya untuk menjadi besar," ujar Ibnu.
Sementara itu, Ibnu mengatakan, Fin Komodo masih bisa bertahan karena menerapkan budayanya sendiri. Fin Komodo menggunakan budaya sendiri dengan metodenya, dengan budaya teknologi asli Indonesia, dengan cara membuat industrinya.
"Kita masih bisa bertahan, karena kita harus membuat budaya sendiri. Budaya bagaimana cara meraciknya, bagaimana cara membuat industrinya, bagaimana kita membina supply chain-nya, itu kita menggunakan buadaya teknologi Indonesia," ucap Ibnu. (rgr/ddn)












































Komentar Terbanyak
Di Indonesia Harga Mobil Terkesan Mahal, Padahal Pajaknya Aja 40%!
Tanggapan TransJakarta soal Emak-emak Ngamuk Nggak Dikasih Duduk
Biaya Perpanjang SIM Mati tanpa Bikin Baru