Mengenal Sejarah Budaya Topeng Malangan

Datsun Risers Expedition

Mengenal Sejarah Budaya Topeng Malangan

M Luthfi Andika - detikOto
Selasa, 22 Nov 2016 12:42 WIB
Foto: M Luthfi Andika
Malang - Indonesia benar-benar memiliki Local Hero terbaik. Kali ini para peserta Datsun Risers Expedition pun bisa langsung mengenal budaya Topeng Malangan di Padepokan Asmoro Bangun di Kecamatan Pakishaji, Kabupaten Malang.

Para risers ditunjukkan bagaimana padepokan Asmoro Bangun mempertahankan budaya Topeng Pemalangan di tengah-tengah era teknologi saat ini.

"Padepokan Asmoro Bangun terus menyemangati anak muda untuk terus melestarikan budaya. Untuk itu kami memiliki berbagai program sebagai bentuk pelestarian budaya. Kami memiliki pelatihan tari untuk anak-anak dan dilakukan setiap hari, selanjutnya untuk pembuatan topeng, serta pelatihan musik sepekan dua kali. Dan kami melakukan pertunjukan sebulan sekali," ujar Handoyo pemilik Padepokan Asmoro Bangun, Selasa (22/11/2016) di Malang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hondoyo menjelaskan, Padepokan Asmoro Bangun didirikan oleh pemerintah Malang pada 1958. Namun sebagai catatan budaya Topeng Pemalangan sudah ada sejak 790 masehi di kerajaan pertama Malang Kerajaan Kanjuruhan.

"Budaya Topeng Kemalangan ini pertama kali pada tahun 760 Masehi dan digunakan oleh Kerajaan Kanjuruhan Malang, dan waktu itu topeng terbuat dari emas. Topeng Kemalangan punya 76 karakter topeng, dengan berbagai tokoh. Tokoh yang baik, dicirikan dengan mata seperti manusia, dengan memiliki yang terselip bunga. Selanjutnya tokoh yang jahat, dicirikan dengan mata melotot, memiliki taring dan ada karakter hewan. Selanjutnya ada tokoh pembantu, topeng ini tidak memiliki ornamen, terakhir tokoh binatang yang digambarkan hanya hewan-hewan kuat saja seperti gajah," ujar Handoyo.

"Ciri-ciri Topeng Pemalangan dengan topeng wilayah lainnya. Topeng Pemalangan lebih kaya ragam warnanya lebih ngejreng, jadi kita memiliki 5 warna dasar, putih-kuning-hijau-merah-hitam. Selanjutnya hiasannya lebih banyak, dan topeng Pemalangan itu menggunakan tali tidak digigit. Dan topeng ini berkembang pada zaman Hindu-Budha. Dan untuk membuat topeng paling cepat 3 hari. Semuanya kita ada hitungannya orang Jawa, mulai dari pemahatan, pemotongan pembentukan, pewarnaan, dan lain-lain, sehingga pembuatan topeng paling lama itu bisa 2 minggu," tambah Handoyo.

Hondoyo menceritakan, topeng pemalangan memiliki lakon layaknya wayang kulit. Namun yang membedakan ialah diperagakan oleh manusia.

"Lakonnya ada 3 yaitu Ramayana, Mahabarata, cerita Panji, serta cerita yang dibuat para wali untuk menyiarkan agama Islam. Layaknya wayang kulit, namun kalau wayang kulit dimulai pada jam 9 malam sampai jam 6 pagi. Topeng Pemalangan ini paling lama 1,5 jam, dan semuanya diperankan oleh laki-laki dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Lalu kenapa penyelenggaraannya selalu Minggu kliwon, di tempat kami ini para tetua desa, dulu membuka lahan ini pada hari Minggu kliwon malam mulai pertunjukan jam 12 akan turun ke punden akan sharing perkembangan desa sampai jam 3 pagi. Paginya para keluarga membawa makanan dan selanjutnya makan bersama," kata Handoyo.

Para risers pun sangat antusias mendapatkan pembelajaran mengenai budaya topeng pemalangan. Seperti yang disampaikan Rauzan risers asal Malang.

"Ini pertama kali saya datang ke sini. Kalau tahu si tahu mengenai padepokan ini. Tapi belum sempat ke sini, karena awalnya takut ada syarat apa-apa bukan syarat umum. Tapi ternyata tidak, padepokan Topeng Pemalangan ini keren, bagus dan bermanfaat juga. Pertama memperkenalkan budaya topeng Malang dan kita dilibatkan juga untuk mencoba mewarnai topeng malang sendiri. Tapi kalau melukisnya sih senang, kalau buat topengnya kayaknya agak repot ya. Tapi kalau dikasih kesempatan, sepertinya menarik," ujar Rauzan.

Hal sendana juga disampaikan risers Melki yang juga berasal dari Malang.

"Kesan mengunjungi padepokan ini, seperti zaman sekolah. Asyik bisa kembali ke masa lalu melatih kreativitas kita. Selain itu kita jadi tahu tempat-tempat seni di Malang, karena ini pertama kali untuk saya. Kalau padepokan ini sih saya tahu, tapi melukis topeng pewayangan ini baru buat saya. Jadi ini sangat berkesan sekali dan tidak rugi mengikutinya," ujar Melki. (lth/rgr)

Hide Ads