Viral di media sosial pengguna mobil listrik tak kebagian ngecas di SPKLU lantaran ada mobil listrik lainnya yang tidak mengecas tapi parkir di SPKLU. Momen ini membuat pengguna mobil listrik lainnya kesusahan saat ingin mengisi ulang baterainya.
Salah satu pengguna mobil listrik BYD menunggah momen ketika dirinya kesulitan saat akan mengecas mobilnya di SPKLU. Sebabnya, ada mobil listrik lain yang menumpang parkir di SPKLU tapi tidak ngecas mobil listriknya.
Kesadaran soal penggunaan fasilitas SPKLU semacam itu sudah banyak terjadi. Bahkan, ada grup Facebook bernama EV Charging Indonesia Wall Of Shame yang membahas kebiasaan pengguna mobil listrik yang meninggalkan mobilnya di SPKLU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak cuma menumpang parkir di SPKLU tanpa mengecas, ada juga yang baterainya sudah 100 persen tapi mobilnya masih ada di SPKLU. Masalah semacam ini di Singapura justru sudah ada penanganannya.
"Fenomena penyalahgunaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) menjadi masalah serius yang perlu segera diatasi, meskipun semua kendaraan listrik (EV) sudah terkoneksi dengan smartphone penggunanya, sehingga mereka mengetahui kapan mobil sudah penuh, dan unit pengisian di SPKLU memiliki data back-end yang dapat memantau secara realtime kondisi pengisian di setiap SPKLU serta siapa saja penggunanya," kata pengamat otomotif senior dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, kepada detikOto, Senin (29/7/2024).
Menurut Yannes, permasalahan ini kuncinya ada di SOP pengelola dan produsen kendaraan listrik. Jika memang data membuktikan penyalahgunaan tetap terjadi, beberapa tindakan dapat diambil untuk mengatasi masalah ini.
"Salah satunya adalah penegakan aturan yang lebih tegas. Misalnya, menetapkan waktu maksimal pengisian daya di SPKLU selama 2-3 jam dan memberikan denda bagi pengguna yang melanggar aturan, seperti memarkir kendaraan terlalu lama setelah mereka selesai mengisi daya setelah baterai EV-nya penuh. Selain itu, penerapan sistem booking untuk penggunaan SPKLU dapat membantu pengguna merencanakan waktu pengisian daya dengan lebih baik," ucap Yannes.
Lanjut Yannes, saat ini mungkin jumlah SPKLU masih kurang. Jadi, masih banyak pengguna kendaraan listrik yang mengantre lama untuk sekadar mengecas kendaraannya di SPKLU.
"Sehingga peningkatan jumlah SPKLU juga merupakan langkah penting yang terus harus digenjot pembangunannya. Pemerintah perlu semakin meningkatkan kerja sama dengan pihak produsen EV yang produknya dipasarkan di Indonesia (misalnya dengan rasio SPKLU yang harus dibangun berbanding jumlah EV yang mereka jual) dan pihak swasta lainnya untuk membangun lebih banyak SPKLU di lokasi-lokasi strategis dan memberikan insentif bagi pemilik properti yang menyediakan lahan untuk pembangunan SPKLU," jelasnya.
Langkah ini, kata Yannes, akan membantu mengurangi antrean. Ini juga memastikan lebih banyak pengguna kendaraan listrik dengan spesifikasi kendaraan yang hanya bisa slow charging untuk dapat mengisi daya dengan mudah dan nyaman, tanpa merasa dibatasi
"Selain itu, teknologi IoT (internet of things) perlu segera dimanfaatkan untuk mengatasi masalah ini. Sistem pembayaran yang lebih canggih dan terintegrasi dengan aplikasi smartphone akan memudahkan pemantauan penggunaan SPKLU. Selain itu, notifikasi otomatis kepada pengguna saat proses pengisian daya selesai atau ketika waktu parkir maksimal telah terlampaui akan membantu mengurangi penyalahgunaan SPKLU. Data back-end yang dimiliki SPKLU juga dapat digunakan untuk menganalisis pola penggunaan dan merancang kebijakan yang lebih efektif," ujarnya.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?