Jangan Suka Ngekor Kalau Ambulans Lagi Dikawal, Ini Sebabnya

Jangan Suka Ngekor Kalau Ambulans Lagi Dikawal, Ini Sebabnya

Dina Rayanti - detikOto
Selasa, 18 Feb 2025 07:13 WIB
Bripka  Abster M Wongkar
Pengawalan ambulans. Foto: dok.istimewa
Jakarta -

Ambulans yang sedang dikawal tak seharusnya dibuntuti. Hal ini rentan menimbulkan kecelakaan.

Ambulans yang mendapat pengawalan sering kali dibuntuti oleh pengendara lain. Terlebih pengendara itu bukan bagian dari rangkaian pengawalan ambulans. Khususnya bila jalanan sedang padat, tak jarang ada kendaraan yang mengekor di belakang ambulans supaya bisa ke tujuan lebih cepat. Anggota kepolisian yang kerap memberi pengawalan terhadap ambulans Ipda Abster Wongkar mengungkap, hal itu tak semestinya dilakukan pengendara lain.

Pasalnya, ambulans merupakan kendaraan prioritas di jalan. Jadi siapa pun yang mengekor ambulans itu sama saja ingin mendapatkan prioritas

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nebeng prioritas yang bukan peruntukan dia sebenarnya dan itu rawan terjadi kecelakaan, misal nabrak ambulans dari belakang, ataupun kesenggol kendaraan lain. Kendaraan lain mungkin tahunya cuma ambulans dan pengawal juga tahunya cuma ambulans yang dikawal ternyata ada yang di belakang membahayakan," ungkap Abster dalam wawancara dengan detikOto belum lama ini.

Abster berseloroh, bila pengendara ingin cepat dan terhindar dari macet caranya bukan mengekor ambulans, melainkan masuk dalam ambulans tersebut.

ADVERTISEMENT

"Ya kalau mau cepat masuk ambulans lah. Ya nggak boleh (ngekor), karena itu bukan peruntukkan dia, dia kan sama aja nyuri jalur kan," lanjut Abster.

Pengawalan terhadap ambulans juga tak bisa sembarangan, melainkan butuh keahlian khusus. Warga sipil pun tak bisa memberikan pengawalan terhadap ambulans. Polisi menyebut warga sipil yang melakukan pengawalan terhadap ambulans bisa ditilang. Mereka yang mengawal ambulans tanpa memiliki kewenangan pengawalan dianggap melanggar Pasal 287 Ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat(4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)," bunyi ayat (4) Pasal 287 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ," demikian bunyi Pasal 287 Ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 dikutip akun Instagram resmi TMC Polda Metro Jaya.

"Ambulance adalah salah satu jenis kendaraan yang mendapatkan hak utama, seperti tercantum dalam UU LLAJ Pada Pasal 135 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009," tulis TMC Polda Metro Jaya.

Praktisi keselamatan berkendara yang juga founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menyebut pengawal memang tak bisa sembarangan karena harus menjalani pelatihan khusus. Bahkan menurutnya, anggota kepolisian yang telah dibekali pelatihan dan sertifikasi pun ada yang mengalami kecelakaan akibat kelalaian orang lain.

"Pengawalan ini di polisi atau di instansi militer di-training. Paspampres di-training. Ada sertifikasinya. Dan ingat di luar polisi, mereka tidak punya hak melakukan rekayasa lalu lintas," terang Jusri




(dry/rgr)

Hide Ads