Masih banyak pengendara yang abai akan keselamatannya. Bahkan, mereka tak segan membuntuti iring-iringan kendaraan pejabat, ambulans, sampai pemadam kebakaran.
Padahal, kendaraan-kendaraan tersebut apalagi dikawal petugas polisi menjadi pengguna jalan prioritas sesuai undang-undang. Dalam Pasal 134 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ada tujuh kelompok pengguna jalan yang harus diprioritaskan. Pengendara lain harus memberikan prioritas kepada ketujuh kelompok ini:
1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit.
3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia.
5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara.
6. Iring-iringan pengantar jenazah.
7. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurut praktisi keselamatan berkendara yang juga founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, tindakan mengekor kendaraan prioritas adalah budaya yang salah.
"Sering sekali kita lihat setiap ada pelaksanaan kelompok prioritas sesuai pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas No. 22/2009, itu selalu di belakang itu dimanfaatkan oleh orang-orang yang mau menyikapi waktu yang mereka alami karena traffic yang macet. Mereka membuntuti di situ, baik motor, mobil apa saja semua," ujar Jusri kepada detikOto, Senin (5/2/2024).
Bahkan, Jusri menyoroti, tindakan pengendara lebih parah lagi dengan membuntuti kendaraan darurat seperti pemadam kebakaran atau ambulans. Tak segan-segan mereka ikutan menyalakan lampu hazard seakan-akan menjadi bagian dari konvoi kendaraan darurat.
"Itu tidak hanya pada kelompok-kelompok prioritas empat ke bawah, tapi juga pada ambulans, pemadam kebakaran kita bisa lihat di belakang pada ngikutin semua," sebut Jusri.
Kata Jusri, membuntuti kendaraan prioritas adalah tindakan yang tidak bijak dan berbahaya. Alasannya, tailgater atau penyusup yang membuntuti konvoi tidak dibekali alat komunikasi seperti anggota konvoi lainnya. Sehingga ada risiko kecelakaan di sana.
"Itu berbahaya sekali. Ketika kita melakukan membuntuti atau sebagai tailgater di belakang suatu rombongan pengawalan, itu sangat berbahaya bagi kita. Karena kita tidak dalam satu komando. Perlu dipahami juga oleh masyarakat bahwa tabrakan beruntun itu selalu terjadi pada bagian dari satu rangkaian konvoi. Karena tidak ada komunikasi, tidak ketahuan. Masyarakat pun kadang-kadang berpikir saat rombongan terakhir lewat, biasanya diketahui oleh masyarakat pengguna jalan yang lain, biasanya mereka langsung menutup celah. Pada saat yang sama, ada tailgater liar di belakang yang berisiko terjadi kecelakaan," katanya.
Simak Video "Video: Viral Polisi Diadang Pemobil saat Kawal Orang Sakit di Puncak Bogor"
(rgr/din)