Mario Dandy, anak eks Pejabat Ditjen Pajak yang jadi tersangka kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora punya keterikatan dengan dunia otomotif, khususnya motor gede (moge). Bahkan sebelum tersandung kasus, Mario Dandy pernah memamerkan aksi freestyle wheelie di jalan raya.
Mario tak bisa diam alias petakilan, atraksi wheelie-nya yang dilakukan di jalan umum dinilai berbahaya buat pengendara lain. Dalam video yang beredar di media sosial Mario Dandy terlihat melakukan aksi wheelie dengan moge Triumph Trhuxton 1200. Video lain memperlihatkan, Mario Dandy juga pamer aksi kemampuan mengambil botol di jalan sembari menggeber Harley-Davidson.
Founder dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, menjelaskan kalau orang yang baru membawa moge cenderung terbawa euforia. Apalagi pengguna moge umumnya bukan kalangan orang biasa. Mereka mampu membeli motor ratusan hingga miliaran rupiah. Kesan mahal itu bisa menciptakan kelas di antara masyarakat atau eksklusif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya saya beli motor besar, masyarakat mengatakan itu mahal sekali, masyarakat bilang hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya. Dan kebetulan ini orang bukan anak motor tapi bisa beli motor, dan ketika beli motor itu dia langsung yang namanya emosionalnya terganggu ketika tidak matang, dia merasa tinggi sekali, derajatnya naik," ungkap Jusri, belum lama ini.
Pria yang aktif sebagai pengurus salah satu komunitas motor gede dengan member aktif lebih dari 3.000 orang ini memberikan gambaran bagaimana orang yang baru mengenal moge itu punya bisa mengubah perilaku pengendara.
"Saya mengenal banyak orang yang tadinya belum naik moge, mereka orang biasa-biasa. Itu (saat naik moge) minggu pertama sopan dan penuh kecemasan. Minggu kedua sudah mulai timbul rasa selected -orang-orang terpilih, eksklusifnya sudah mulai muncul," kata Jusri.
Nah ketika mendekati satu bulan, lanjut Jusri, ada saja perilaku pemoge yang mulai dirasa mengganggu. Mulai dari memodifikasi lampu tambahan. Bahkan tak segan menarik perhatian pengendara lain.
"Minggu ketiga minta pengecualian, mulai dia pasang semuanya; strobo, wellen suaranya besar, minggu keempat dalam waktu sebulan, kalau muterin sound systemnya gede-gede semua orang dengar kalau di lampu merah," kata Jusri saat dihubungi detikcom, belum lama ini.
Lanjut dia, euforia kepemilikan moge biasanya semakin mereda seiring bertambahnya pengalaman.
"Dari perilaku terjadi perubahan mulainya machoismenya dan lain-lain, tapi setelah 5-6 tahun, mereka akan balik ke titik semula lagi, sadar. Jadi ada masa euforia, mereka itu dari nol sampai 10 tahun, atau 5 tahun. Pada saat euforia ini kadang-kadang empati mereka ini menurun," kata dia.
Meski begitu, kesan pengguna moge yang identik arogan tidak dapat dibenarkan dan disamaratakan. Sifat pengendara kendaraan bermotor tetap kembali pada pribadi masing-masing.
Pemilik moge diwajibkan sudah stabil secara emosional, serta memiliki keterampilan berkendara terlebih dahulu. Sebab, kata Jusri, harga motor yang mahal, tenaga besar, dan prestige kerap memicu perilaku tidak aman di jalanan.
"Ada kelompok hidden factor atau faktor tersembunyi yang bisa memicu perilaku tidak aman hingga kecelakaan. Salah satunya, bunyi (moge), lingkungan (situasi jalan), atau harganya mahal," kata Jusri
(riar/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?