Sebanyak delapan kendaraan terlibat kecelakaan beruntun di tol layang Sheikh Mohammed Bin Zayed (MBZ), Sabtu (9/9). Peristiwa itu dipicu oleh pemobil Yaris hitam yang melawan arah, pelaku diduga dikemudikan oleh oknum anggota TNI.
Kainduk PJR Tol Cikampek Kompol Rikky Akmaja mengatakan peristiwa tersebut bermula saat mobil Yaris hitam yang dikemudikan oleh pria inisial GDW (29) melawan arah di lokasi. Polisi belum memerinci dari kilometer berapa GDW mengendarai mobilnya secara melawan arah.
"Berdasarkan CCTV, baru terlihat dari Km 25," kata Rikky.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian. Polisi masih mendalami alasan GDW berkendara melawan arah di Tol MBZ.
"Kendaraan Yaris hitam tiba-tiba melawan arah, belum diketahui penyebabnya. Saat ini masih didalami oleh Satlantas Polres Bekasi. Kendaraan (pelaku) rusak bagian depan," jelasnya.
Larangan melintas di bahu jalan tol diatur dalam PP Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, khususnya pasal 41. Dalam aturan itu disebutkan jelas, pertama penggunaan bahu jalan bagi arus lalu lintas pada keadaan darurat. Kedua, diperuntukkan bagi kendaraan yang berhenti darurat.
Ketiga, tidak digunakan untuk menarik/menderek/ mendorong kendaraan. Dan, keempat, tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang dan/atau barang dan/atau hewan.
Lalu seperti apa kedaan darurat itu? Keadaan darurat itu bisa berupa pecah ban, mogok, menertibkan muatan, gangguan lalu lintas, gangguan fisik pengemudi, dan kondisi lainnya yang mengharuskan kendaraan menepi di bahu jalan.
Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana mengatakan, pengendara harus sadar akan bahaya melintas bahu jalan tol apalagi lawan arah. Perlu diingat, masih ada kemungkinan kelalaian dari pengendara lain yang bisa saja menabrak kendaraan yang istirahat di bahu jalan.
"Ingat, bahu jalan masih bagian dari jalan sekalipun jarang digunakan, artinya bahaya masih tinggi, risiko selip masih tinggi," kata Sony.
Selain itu, bahu jalan adalah jalur khusus bagi kendaraan darurat yang rata-rata kecepatannya relatif tinggi. Tercantum dalam Pasal 21 ayat UU no.22 tahun 2009, batas kecepatan paling tinggi ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan. Aturan itu didukung dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 111 tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.
Khusus untuk jalan bebas hambatan batas kecepatan paling rendah ditetapkan dengan batas absolut 60 km/jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 km/jam. Penetapan batas kecepatan itu tak sembarangan, melainkan sudah memperhitungkan berbagai faktor seperti frekuensi kecelakaan, fatalitas, kondisi permukaan jalan, serta usulan masyarakat.
Sedangkan untuk berkendara di tol dalam kota sendiri kecepatan minimal berkendara 60 km/jam, maksimal berkendara yaitu 80 km/jam. Kemudian untuk berkendara di tol luar kota yakni minimal 60 km/jam dan maksimal 100 km/jam.
Selain mengetahui batas kecepatan, Anda juga sebaiknya memahami lajur-lajur di jalan tol. Mengutip laman Badan Pengatur Jalan Tol, umumnya ada empat lajur di jalan tol. Lajur paling kanan merupakan lajur untuk mendahului.
Kemudian pada lajur kedua dan ketiga diperuntukkan bagi kendaraan yang berjalan dengan kecepatan konstan. Lajur lambat biasanya dilalui oleh kendaraan angkutan besar seperti truk dan sejenisnya. Sedangkan bahu jalan hanya digunakan untuk kendaraan darurat.
"Kalau kita berada di lajur tersebut artinya menghalangi adanya tindakan penyelamatan," kata Sony.
(riar/lua)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah