Pembatasan BBM yang Ribet

Pembatasan BBM yang Ribet

- detikOto
Senin, 23 Apr 2012 10:10 WIB
Jakarta - Masalah BBM sampai hari ini ternyata belum juga usai pasca upaya politisi mengganjal keputusan pemerintah tentang pengurangan subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM bersubsidi hingga Rp 1.500/liter. Lamanya pemerintah mengambil keputusan, ternyata dimanfaatkan oleh para politisi untuk ambil posisi menjelang 2014.

Sejak pemerintah ingin mengambil opsi pembatasan penggunaan BBM bersubsidi tahun 2011 lalu, saya sudah menentang dengan konsisten karena pembatasan BBM bersubsidi di Republik ini akan super repot dan super sulit penerapan dan pengawasannya. Namun itulah keputusan pemerintah yang diambil sebelum masa reses DPR-RI pertengahan Desember 2011 lalu.

Saat kami bersama Menteri ESDM diundang sebuah televisi berita untuk membahas persoalan BBM. Menteri ESDM masih bersikeras akan melaksanakan pembatasan BBM bersubsidi. Saat off air saya katakan pada Menteri ESDM, bahwa pelaksanaan dan dampak pembatasan itu jauh lebih sulit dari pada menaikkan harga BBM bersubsidi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika harga minyak dunia semakin tinggi karena munculnya konflik antara Amerika Serikat dengan Republik Iran di awal tahun 2012, tekad pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi muncul lagi. Namun pada akhirnya diganjal di Sidang Paripurna DPR-RI 30 Maret 2012 lalu. Pasca penolakan DPR untuk menaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah kembali merencanakan pembatasan BBM bersubsidi melalui program pebatasan energi per 1 Mei 2012 yang tampaknya 'ribet'.

Mekanisme Pelaksanaan Penghematan BBM Bersubsidi

Untuk tahun anggaran 2012 jumlah BBM bersubsidi yang beredar harus sesuai dengan patokan DPR sebesar 40 juta kiloliter atau setara dengan subsidi sekitar Rp 137 triliun per tahun 2012. Kondisi ini tentunya membuat pemerintah harus berpikir keras, bagaimana jumlah itu cukup hingga akhir tahun 2012. Di atas kertas angka 40 juta kiloliter akan tandas habis sekitar September 2012, dengan catatan pencurian BBM bersubsidi bisa diklurangi. Lalu selebihnya tanpa BBM bersubsidi?

Pelaksanaan penghematan atau pembatasan BBM bersubsidi ternyata terkendala banyak hal, antara lain: belum adanya payung hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah (Keptusan Presiden ESDM atau Keputusan Menteri ESDM). Kedua metoda yang akan digunakan belum jelas. Apakah melalui pembatasan kapasitas silender (cc) atau tahun pembuatan atau penggunaan stiker atau apa? Ketiga belum siapnya Stasiun Penjualan Bahanbakar Umum (SPBU) dan petugasnya.

Tanpa penghematan/pembatasan kebutuhan BBM bersubsidi memang akan meningkat tajam hingga sekitar 50 juta kiloliter di akhir tahun 2012 dan memerlukan subsidi sekitar Rp 200 triliun, tergantung posisi harga minyak mentah dunia saat itu. Siapa yang akan menanggung biaya ini? Tambahan dana subsidi BBM untuk tahun 2011 lalu saja sebesar Rp 36,7 triliun, sampai hari ini masih ditanggung oleh Pertamina dan belum dibayarkan oleh Pemerintah karena Komisi VII DPR-RI belum menyetujui.

Langkah yang Harus Dilaksanakan Pemerintah

Pertama, pemerintah harus segera putuskan bentuk dasar hukum kebijakan yang akan digunakan untuk pembatasan/penghematan BBM bersubsidi. Apakah berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau berbentuk Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM?

Kedua, pemerintah tidak lagi perlu pusing-pusing memikirkan metoda apa yang akan digunakan dan menghasilkan penghematan BBM bersubsidi yang signifikan. Segera tetapkan.

Saya usulkan supaya pemerintah dapat menggunakan cara-cara tepat guna, murah dan mudah dilakukan oleh operator pengisian BBM di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), yaitu membatasi jumlah BBM subsidi yang bisa dibeli oleh konsumen, misalnya untuk mobil 20 liter/hari dan untuk motor 5 liter/hari. Dispenser BBM bersubsidi akan mati secara otomatis ketika sudah memasukkan 20 liter/hari untuk mobil atau 5 liter/hari untuk motor BBM bersubsidi ke dalam tangki mobil/motor konsumen. Jika kurang, konsumen bisa antre kembali dan seterusnya.

Cara tersebut lebih mudah, masuk akal dan mengurangi kesulitan kerja para operator SPBU daripada menggunakan pembatasan dengan menggunakan kartu atau stiker atau apapun yang rawan dipalsukan. Pada akhirnya diharapkan konsumen akan menggunakan BBM non subsidi, karena untuk mendapatkannya tidak perlu antri dan dijatah. Sehingga proses pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi bisa lebih simpel, tidak perlu stiker, tidak perlu kartu dan tidak perlu ada tambahan biaya. Batasi langsung saja. Salam.

*) Agus Pambagio adalah pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen.

(vit/ddn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads