ERP rencananya akan diberlakukan di jalan protokol dan tarifnya kemungkinan berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Seperti apa pendapat pengguna jalan? detikOto menanyai beberapa diantara mereka.
"Kalau menurut saya, itu harus disosialisasikan terlebih dahulu, kalau belum disosialisasikan akan banyak masyarakat yang mengeluh, apalagi dengan tarif yang mahal. Terlebih lagi melihat fasilitas yang diberikan pemerintah belum memadai," ujar Mukmin (37), Guru SD dan SMP.
Β
"Semoga semua penarikan (dana dari jalanan) itu bisa memperbaiki infra struktur yang ada," tambah guru berkumis ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, pasti banyak yang keberatan, sekarang gaji mereka berapa, belum isi bensin, pajak, dan menurut saya Intinya ga bisa," tutup Nana.
"Kalau segitu kebesaran, kita belum mengusi BBMnya, sudah gitu mobil saya termasuk kendaraan yang boros, kalau yang mampu mungkin ok-ok saja, tapi yang standar seperti kita keberatan. Karena saya ibu rumah tangga. Kalau bisa 10 ribu," tutur Jubaedah soal tarif.
Pengguna jalan yang lain mengaku keberatan. "Tidak setuju, kalau jalan lancar tidak masalah, kalau jalan tidak lancar percuma, sama aja dengan situasi tol sekarang," ujar Edward.
"Kurang setuju, karena orang kaya saja yang bisa jalan. Menurut saya itu tidak terlalu berguna. Terus dimana untuk menghindari kemacetan, berarti bagi yang memili kendaraan banyak masih tetap bisa jalan, terus sama aja akan terjadi macet juga," tutur Hayumi.
Senada dengan Hayumi, Asti menuturkan, ERP kurang efektif karena tidak akan ada pengaruh apa-apa buat Jakarta kecuali masyarakat sadar.
"Apa lagi harus membayar dengan uang yang cukup besar. Kalau pembangunannya bener sih tidak masalah. Terus uangnya lari kemana. Kalau untuk lebih baik masih mending. Buat penghijauan buat jalanan, atau lihat aja masih banyak tempat kumuh," ujarnya.
Maksimalkan Transportasi Massal
Pengamat transportasi dari LPEM UI Riyanto menuturkan ERP dinilai bukan suatu sistem yang bakal menghilangkan kemacetan. Maka dari itu pemerintah harus mempetimbangkannya.
"Solusinya adalah pakai kereta, busway yang terintegrasi dengan angkutan umum lainnya," cetusnya.
Menurutnya pemerintah harus mau bekerja sama dengan pemerintah daerah pendukung seperti Bogor, Tangerang, Bekasi untuk membuat jalur khusus seperti kereta, busway yang saling menghubungi antara Jakarta dang daerah pendukung.
Namun sayangnya hingga kini Pemprov DKI Jakarta tidak ingin bekerja sama dengan pemerintah daerah pendukung seperti Bogor dan lainnya.
"DKI tidak mau kerjasama dengan daerah pendukung seperti Bogor untuk menciptakan busway dan kereta yang layak. Seperti Jakarta-Bogor, Jakarta-Tangerang Jakarta-Bekasi. Paling tidak itu akan mengurangi kemacetan. Coba lihat mana ada busway dari Jakarta ke daerah pendukung," tanya Riyanto.
Menurutnya usulan ini baik untuk membuat masyarakat beralih menggunakan angkutan umum daripada tetap menggunakan mobil pribadi yang pada akhirnya bakal mengeluarkan dana lebih banyak lagi karena ERP.
"Mestinya perbaikan angkutan umum seperti kereta, busway. Macet ini akar masalah karena penyediaan insfrastrukur jelek sekali," kritik Riyanto.
Dan lanjutnya sistem jalan berbaya tidak bakal mengurangi. "Saya kira tidak efektif. Seperi 3 in 1 dan ERP, jadi menurut saya hanya memindahkan kemacetan. Yang paling efektif pembangunan angkutan umum kereta dan busway antar daerah," tegasnya.
(ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah