Kendaraan besar seperti truk dan bus kerap menjadi pemicu kecelakaan maut. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan biang keroknya.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, mengatakan kebanyakan sopir truk atau bus tidak dibekali pelatihan dalam menangani kendaraannya. Hal ini berbeda dengan profesi 'sopir' untuk jenis transportasi lainnya.
Soerjanto mencontohkan kecelakaan beruntun di Tol Cipularang belum lama ini. Ketika itu, sebuah truk gagal melakukan pengereman di turunan panjang Tol Cipularang arah Jakarta. Akibatnya, truk menabrak sejumlah mobil di depannya.
"Sedikit mengenai masalah kecelakaan kemarin, jadi truknya overload sekitar 18 persen. Secara administratif tetap overload, tapi secara teknis sebenarnya masih dalam toleransi. Kenapa pada posisi sekitar 92+800 truk ini sudah mengalami namanya jackknifing, melipat, dalam kondisi seperti itu, pengemudi harus melepas remnya supaya truknya bisa lurus lagi, atau menggunakan rem trailer. Tapi hal itu bisa dilaksanakan ketika seorang pengemudi itu telah dilatih dan diinformasikan mengenai apa yang harus dilakukan," kata Soerjanto dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI belum lama ini.
Sayangnya, kebanyakan pengemudi truk atau bus di Indonesia tidak diberi pelatihan dalam menangani kendaraan. Hal ini yang membuat kendaraan besar seperti truk dan bus kerap memicu kecelakaan.
"Seperti pilot mereka dilatih untuk memiliki memory item sehingga dalam kondisi darurat mereka bisa bertindak seperti apa yang kita inginkan. Untuk masalah pengemudi ini kan salah satunya kalau pilot ada sekolahnya, nakhoda ada sekolahnya, masinis ada sekolahnya, tapi pengemudi ini nggak ada sekolahnya, sehingga kita tidak bisa mengharapkan pengemudi yang profesional," ucapnya.
Lanjut Soerjanto, pihaknya telah melakukan penelitian bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) mengenai kesehatan pengemudi. Dalam penelitian itu, ditemukan bahwa sebagian besar pengemudi angkutan barang memiliki kondisi kesehatan yang bermasalah.
"Jadi kami mungkin mohon kepada anggota dewan atau kepada DPR untuk memberikan fasilitas kepada pengemudi untuk bisa melakukan medical check up dengan fasilitas BPJS minimum satu tahun satu kali, sehingga kalau mereka mengalami masalah kesehatannya mereka bisa melakukan pengobatan dan bisa kembali mengemudi dengan baik. Jadi banyak masalah kesehatan ini berpengaruh kepada human performance untuk kemampuan seorang pengemudi. Jadi kami harapkan hal ini bisa dibantu untuk bisa dilakukan pengecekan kesehatan. Dan kami harap juga nanti ada standardisasi medical check up untuk pengemudi angkutan barang dan angkutan penumpang," pungkasnya.
Simak Video "Video: Truk Bawa Minyak Goreng Oleng-Tabrak Pagar Sekolah di Rembang"
(rgr/dry)