Bus pariwisata Trans Putera Fajar yang kecelakaan di Ciater, Subang, Jawa Barat, ternyata bus tua yang dimodifikasi. Bus yang terlibat kecelakaan maut itu menggunakan sasis tahun 2006 dengan bodi yang diperbarui.
Berdasarkan hasil penelusuran, bus Trans Putra Fajar bernomor polisi AD-7524-OG ini tidak terdaftar. KIR-nya juga mati di tanggal 6 Desember 2023. Bus ini terdaftar milik PT Jaya Guna Hage. Diduga bus ini armada AKDP yang berdomisili di Banyuretno, Wonogiri, yang kemudian dijual dan dijadikan bus pariwisata.
Data itu memperlihatkan bus merupakan rakitan tahun 2006. Artinya bus sudah berusia 18 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekadar informasi, bus tersebut awalnya dimiliki oleh PO SAN. Direktur Utama PT SAN Putra Sejahtera, Kurnia Lesani Adnan, mengatakan bodi bus dirombak setelah PO SAN menjual bus itu ke PT Jaya Guna Hage pada tahun 2022.
Sani cukup menyayangkan perubahan bodi di bus tersebut. Karena sejatinya perombakan bodi tidak bisa dilakukan secara asal. Perlu diperhitungkan juga jenis dan kondisi sasis bus tersebut. Bus PO Trans Putera Fajar menggunakan sasis Hino AK1JRKA yang masih pakai per daun, tidak cocok menggunakan bodi SHD yang tinggi.
"Iya, bodinya dijadikan SHD. Tentunya ini sangat ngawur, mereka tidak memperhitungkan body rolling yang akan terjadi, di mana suspensi bus tersebut (masih) menggunakan per daun," kata Sani kepada detikOto.
"(Perombakan bodi) yang dilakukan pada bus ini sangat bertentangan dengan regulasi dan kenyamanan kendaraan saat beroperasi, terutama dari sisi keselamatannya," tambah Sani yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI).
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, bahaya jika bus dimodifikasi tapi tak memiliki izin. Memang, kendaraan bisa saja dimodifikasi, tapi harus ada izinnya.
Lalu bagaimana membedakan bus tua yang tampak muda dengan bus yang benar-benar masih baru?
"Kalau secara fisik susah. Paling tidak kita harus paham, izinnya ada nggak. Itu aja. Karena (Kementerian) Perhubungan nggak bakal kasih izin dengan kondisi (tidak layak). Karena Kementerian Perhubungan punya syarat, fisiknya benar nggak," jelas Djoko.
Untuk itu, Djoko menyarankan setiap pengguna jasa angkutan umum agar mengecek bus yang akan ditumpanginya. Jika ingin menyewa bus pariwisata, penting untuk memperhatikan izin dari bus tersebut. Sebaiknya jangan tergiur dengan harga sewa yang murah tapi sisi keselamatannya terabaikan.
"Masyarakat jangan hanya melihat tawaran sewa bus murah, namun tidak menjamin keselamatan. Harus ditanyakan proses KIR bagaimana termasuk izin di SPIONAM (Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda) harus ada," ucap Djoko.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Punya Duit Rp 190 Jutaan: Pilih BYD Atto 1, Agya, Brio Satya, atau Ayla?
Segini Beda Penjualan Toyota Alphard vs Denza D9, Beda Jauh
Jarak Tempuh Baterai Mobil Listrik: Kenyataan Tak Seindah Klaim