Kecelakaan Maut di Tol Jakarta-Cikampek, Gran Max Terindikasi Travel Gelap

Kecelakaan Maut di Tol Jakarta-Cikampek, Gran Max Terindikasi Travel Gelap

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Selasa, 09 Apr 2024 11:35 WIB
Kecelakaan maut di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek, Senin (4/8/2024).
Kecelakaan maut di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek, Senin (4/8/2024). Foto: Irvan Maulana/detikJabar
Jakarta -

Kecelakaan maut terjadi di ruas Tol Jakarta-Cikampek Km 58. Mobil Daihatsu Gran Max yang melintas jalur contraflow keluar lajurnya dan masuk ke jalur lawan arah. Akibatnya, tabrakan dengan bus dan mobil lainnya tidak terhindarkan.

Kecelakaan ini melibatkan tiga kendaraan, yaitu bus Primajasa nopol B-7655-TGD, GrandMax nopol B-1635-BKT, dan Daihatsu Terios.

Awalnya, Gran Max yang berada di jalur contraflow masuk ke jalur berlawanan yang mengarah ke Jakarta. Kemudian, sebuah bus dari arah Cikampek tak bisa menghindari kendaraan GranMax itu, hingga akhirnya terjadi kecelakaan sampai mobil Gran Max terbakar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecelakaan maut dua mobil dan satu bus di Km 58 Tol Jakarta-Cikampek (Japek) menyebabkan 12 orang meninggal dunia. Korban tewas terdiri dari tujuh pria dan lima perempuan.

Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) dan Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organda Kurnia Lesani Adnan mengatakan pihaknya prihatin atas kecelakaan yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Km 58 ini. Menurutnya, perlu pengusutan lebih lanjut, karena diduga ini terindikasi praktik angkutan ilegal atau travel gelap.

ADVERTISEMENT

"Indikasinya, dari korban penumpang yang tidak saling kenal. Berdasarkan KTP korban yang tersiar di media sosial, korban tidak berada dalam satu daerah atau satu tempat tinggal sehingga bisa kami pastikan penumpang tidak saling kenal satu sama lain," kata Sani dalam keterangan tertulis yang diterima detikOto, Selasa (9/4/2024).

"Di sisi lain, kendaraan dengan nomor STNK pemilik kendaraan tidak merasa memiliki kendaraan tersebut. Ini bisa kita lihat pada kepemilikan STNK atas nama Yanti Setiawan Budi yang tersiar di media sosial. Ini bisa dicek di data Samsat yang harusnya terkoneksi link ke pajak, terlihat tidak pernah ada verifikasi pajak atas nama tersebut. Tentu dugaan ini harus ditelusuri, apakah pengemudi yang menjadi korban atau hanya pekerja atau pesuruh saja yang bertindak sebagai pengemudi," lanjutnya.

Dilihat dari jumlah korban yang mencapai 12 orang dan kesemuanya adalah dari kendaraan Gran Max, kata Sani, bisa dipastikan Gran Max itu mengangkut orang melebihi kapasitas. Sebab, Daihatsu Gran Max sesuai spesifikasinya memiliki kapasitas angkut maksimal 9 orang.

"Dan melihat jam kejadian kami juga menduga bahwa pengemudi dalam kondisi mengantuk. Itu berarti pengemudi sebelum masuk ke jalan tol berkeliling dahulu untuk menjemput penumpang dari beberapa titik," sambung Sani.

Sani meminta pihak berwajib untuk lebih peduli memberantas praktik-praktik angkutan ilegal dengan modus seperti ini. Praktik seperti ini akan tetap marak jika pihak otoritas berwenang membiarkan hal seperti ini terjadi. Padahal, regulator dan kepolisian telah mangkampanyekan mudik aman.

"Angkutan ilegal seperti ini puncaknya ramai di tahun 2021. Ciri-cirinya, kendaraan membawa barang di atas atap yang seharusya jika ditindak dengan tegas menyalahi aturan. Di sisi lain, Jasa Raharja juga jangan hanya menyikapi kelaikan santunan tapi tidak berkoordinasi melakukan pencegahan dalam pengamanan mudik," pungkasnya.




(rgr/lth)

Hide Ads