Perkembangan teknologi yang semakin mutakhir pada kendaraan bermotor saat ini ibarat pisau bermata dua. Sebab, hal ini bisa jadi sangat membantu performa kendaraan tersebut dan yang menakutkan bisa mencelakakan kendaraan yang berimbas pada korban jiwa.
Investigator senior dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan menerangkan pengemudi perlu memiliki pengetahuan terkait teknologi yang ada dalam kendaraan. Ia menyampaikan hal ini terkhusus pada pengemudi truk yang terkadang tak memahami teknologi, hanya sekadar mampu mengoperasikan.
"Teknologi ini bisa membantu dan juga mencelakakan makanya kalau dalam ilmu safety disebut system interface machine. Bahwa pengemudi harus memahami teknologi yang dihadapinya, semua pilot itu harus paham dengan semua pesawat yang akan dibawa," kata Wildan di Gaikindo Indonesia International Commercial Vehicle Expo (GIICOMVEC) 2024, Jakarta, (8/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wildan menjelaskan, dari apa yang pernah pihaknya investigasi, kecelakaan truk terjadi akibat ketidakpahaman pengemudi terhadap kendaraan yang dibawa.
"Kita menemukan banyak sekali kecelakaan dari hal yang simpel ya, basic. Contohnya sistem rem, rem bus itu ada tiga macam, full hydraulic brake yang berbasis dengan sistem rem hidrolis, kemudian air over hydraulic brake kombinasi pneumatic dan hidrolis, kemudian ada full air brake yang murni menggunakan pneumatic. Itu karakteristiknya beda, pengemudi kita nggak pahami itu dan kami menemukan banyak sekali kecelakaan konyol yang seharusnya nggak perlu terjadi kalau pengemudi itu paham," jelasnya.
Ia dan pihaknya menegaskan para pengemudi seharusnya dibekali pengetahuan dan pelatihan yang komplet sebelum mengendarai truk. Sebab, menurut KNKT banyak temuan kecelakaan yang dilandasi dengan istilah skill based error.
Skill based error ini disebabkan oleh ketidakpahaman pengemudi terhadap teknologi kendaraan. Ketidakpahaman pengemudi memang bukan menjadi faktor utama, namun patut menjadi perhatian khusus.
Menyoal kecelakaan yang terjadi pada truk, Wildan juga menyebut pelatihan-pelatihan yang ada saat ini tidak berdasar pada apa yang terjadi di lapangan.
"Pelatihan-pelatihan diselenggarakan itu tidak berbasis pada temuan-temuannya. Jadi saya ambil contoh penyebab kecelakaan karena unskill tadi adalah pengemudi tidak bisa ngebedain hand brake pada full air brake dengan hydraulic brake itu beda loh. Antara service brake dengan parking brake itu beda cara kerjanya, kasus (bus di) Guci itu terjadi itu karena apa? Pengemudi tidak bisa bedain antara service brake dan parking brake," tegasnya.
Kemudian ia juga mengharapkan para pengemudi truk di Indonesia mendapatkan pelatihan dan bekal pengetahuan yang mumpuni. Karena setiap kendaraan memiliki teknologi yang berbeda, pelatihan menjadi penting untuk memberikan pemahaman yang mendalam dan praktik sesuai dengan perkembangan teknologi, serta berdasar kejadian.
"Contoh nih Hino, Hino ini udah semua finding-nya KNKT dijadikan kurikulum. Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di mobil Pertamina itu semuanya digodok jadi kurikulum biar gimana caranya tidak akan terjadi kecelakaan yang sama," ucapnya.
Jika pelatihan yang diberikan pada para pengemudi truk ini berdasarkan dari temuan kecelakaan dan diterapkan oleh semua pelaku industri di Indonesia, maka baginya ini menjadi hal yang dinamis dan bagus. Wildan menyebut hal itu seperti yang dilakukan di dunia penerbangan.
"Nah kalau ini diadopsi oleh semua pelaku yang diseluruh Indonesia, itu sangat bagus jadi pelatihan itu dinamis. Ini yang dilakukan oleh dunia penerbangan, jadi di dunia penerbangan yang namanya pelatihan itu adalah berbasis pada temuan semua KNKT di seluruh dunia," tutup Wildan.
(rgr/lth)












































Komentar Terbanyak
Kemenangan Gila Pebalap Indonesia Kiandra di Barcelona: Start 24, Finis ke-1
Wuling Darion Meluncur di Indonesia: Ada EV dan PHEV, Harga Mulai Rp 356 Juta
Perpanjang STNK Nggak Ribet Pakai KTP Pemilik Lama, Bea Balik Nama Dihapus