Anggota DPRD DKI, Hardiyanto Kenneth, meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta transparan soal denda tilang uji emisi yang kadung dibayar para pelanggar. Menurut Kenneth, dengan terbuka, Pemprov Jakarta bisa meluruskan kesalahpahaman publik
Diketahui, sebelum akhirnya dihentikan, razia dan tilang uji emisi sempat berjalan sejak 1 hingga 11 September 2023. Pada pekan pertama penindakan, ada sekira 60-an unit kendaraan yang dikenakan sanksi tilang. Sementara besaran dendanya Rp 500 ribu untuk mobil dan Rp 250 ribu untuk motor.
Denda tersebut yang akhirnya dipertanyakan Kenneth. Menurutnya, Pemprov DKI harus menjelaskannya secara terbuka kepada masyarakat luas.
"Uang hasil denda tilang itu ke mana? Masuk ke kas DKI nggak? Harus ada penjelasan dari Pemprov DKI agar masyarakat paham dan tidak ada miskomunikasi," ujar Hardiyanto Kenneth, dikutip dari Antara, Rabu (13/9).
Lebih jauh, dia juga menganggap, uji emisi kendaraan kurang efektif untuk mengurangi polusi udara di Ibu Kota.
"Tujuan dengan kebijakannya bagus, namun jangan sampai pelaksanaannya dimanfaatkan sejumlah oknum untuk mencari keuntungan," tegasnya.
Sebagai catatan, pengenaan denda tilang untuk para pelanggar uji emisi merujuk pada Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 Pasal 285 dan 286.
Sebelumnya, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Sarjoko memastikan, uang hasil tilang kendaraan yang tak lolos atau belum uji emisi seluruhnya masuk ke kas negara. Sementara besaran dendanya ditentukan Pengadilan Negeri.
"Denda tilang disetor ke kas negara sebagai penerimaan bukan pajak. Dengan demikian Dinas Lingkungan Hidup Jakarta tidak menerima uang tilang tersebut," kata Sarjoko, belum lama ini.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan pemasukan pemerintah pusat yang asalnya bukan dari pajak. Kepolisian memungut PNBP dari banyak hal lain seperti penerbitan dan perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM), serta kepengurusan STNK, BPKB dan pelat nomor.
Simak Video "Video: Catatan Terkait Wacana Subsidi Layanan Kesehatan Hewan"
(sfn/rgr)