Warga Diminta Naik Angkutan Umum tapi Ngeluh Penuh: Di Luar Negeri Sama

Warga Diminta Naik Angkutan Umum tapi Ngeluh Penuh: Di Luar Negeri Sama

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Selasa, 22 Agu 2023 12:34 WIB
engendara menembus kemacetan di kawasan Pancoran, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2023). Menurut Dewan Proper KLHK Agus Pambagio, situasi udara Ibu Kota itu sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, masuk dalam kondisi paling buruk di dunia.
Macet di Jakarta (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Untuk mengatasi polusi udara, pemerintah harus tegas membatasi kendaraan bermotor pribadi. Sebab, kendaraan bermotor dinilai sebagai salah satu penyumbang polusi udara terbesar.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan pemerintah harus menerapkan prinsip ASI yaitu avoid (menghindari penggunaan kendaraan pribadi), shifting (beralih ke transportasi umum dan non-motor), dan improve (perbaikan).

"Avoid itu misalnya untuk bekerja jangan pakai kendaraan pribadi atau sepeda motor, naiklah angkutan umum," kata pria yang akrab disapa Puput itu kepada detikcom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, banyak pengguna kendaraan yang melihat transportasi umum kurang nyaman. Sebab, setiap jam sibuk angkutan umum selalu penuh dan berdesakan. Meski begitu, Puput menegaskan transportasi kota-kota besar di luar negeri juga seperti itu.

"Soal berdesakan itu kan wajar, di kota-kota besar di dunia seperti itu. Di Paris, New York, Washington DC itu biasa. Jam-jam padat itu wajar, berdesakan wajar. Toh ber-AC," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Sayangnya, menurut Puput masyarakat sudah terlena dengan kenyamanan menggunakan kendaraan pribadi. Jika kendaraan pribadi tidak terkendali, pencemaran udara tidak mungkin akan cepat teratasi.

"Contohnya banyak, orang yang kerja di Thamrin, misalnya kantornya di The Plaza, dia mau makan siang ke Sarinah, bawa mobil, mutar di Monas. Itu kan (kalau tidak menggunakan mobil pribadi) nggak jauh. Padahal dengan mobil jaraknya jauh dan waktunya juga lebih panjang. Tapi karena tidak ada pembatasan (kendaraan) tadi, mereka tetap pakai kendaraan pribadi. Mereka selalu prinsipnya nggak apa-apa lah macet-macet ria, tapi nyaman di mobil saya, bisa dengerin musik dan seterusnya seperti itu," ungkap Puput.

Untuk itu, Puput menuntut pemerintah tegas mengatasi masalah ini. Katanya, pembatasan kendaraan pribadi dengan penerapan jalan berbayar dan tarif parkir mahal perlu ditegakkan.

"Avoid itu harus dipastikan bahwa pemerintah kota seperti DKI Jakarta harus membangun pembatasan kendaraan pribadi. Misalnya dengan ERP (jalan berbayar) yang sudah kita usulkan 12 tahun yang lalu. Kemudian tarif parkir di kawasan padat lalu lintas itu harus dinaikkan 5-10 kali lipat. Itu orang juga enggan menggunakan kendaraan pribadi," sebutnya.




(rgr/din)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads