Presiden pun Harus Ngalah di Perlintasan Kereta, Ini Alasannya

Presiden pun Harus Ngalah di Perlintasan Kereta, Ini Alasannya

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Minggu, 23 Jul 2023 08:06 WIB
Petugas mengatur lalu lintas di kawasan jalur pascakecelakaan truk tertabrak kereta api (KA) 112 Brantas di perlintasan kereta api petak jalan Jerakah - Semarang Poncol, Madukoro Raya, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (19/7/2023). Menurut PT KAI DAOP 4 Semarang, perjalanan KA kembali normal usai sebanyak 10 perjalanan KA jarak jauh tertunda akibat kecelakaan kereta api menabrak truk di jalur itu pada Selasa (18/7) pada pukul 19.28 WIB. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/hp.
Perlintasan kereta api (Foto: ANTARA FOTO/Makna Zaezar)
Jakarta -

Kecelakaan di perlintasan kereta api terus terjadi. Bahkan, dalam sehari pada Selasa (18/7/2023) lalu, terjadi tiga kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang.

Pada hari itu, KA Brantas relasi Jakarta-Blitar menabrak truk trailer di Semarang. Kecelakaan itu menimbulkan ledakan dan kobaran api. Di hari yang sama, KA Kuala Stabas terlibat kecelakaan dengan truk bermuatan tebu relasi Tanjung Karang-Baturaja di Desa Blambangan Pagar, Kecamatan Blambangan, Kabupaten Lampung Utara, Lampung. Juga di hari itu, KA Sri Bilah Utama kecelakaan dengan minibus Nissan Juke di Km 02+800 relasi Rantauprapat - Medan, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.

"Itu kian menguatkan bahwa pelintasan sebidang memang sangat membahayakan," kata pengamat transportasi Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulisnya dikutip Minggu (23/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, hampir semua jaringan rel di Pulau Jawa sudah menggunakan jalur ganda (double track). Laju kereta api pun makin meningkat, bahkan bisa mencapai 120 km/jam di jalur lurus.

"Sebanyak 87 persen kecelakaan masih terjadi di perlintasan sebidang. Oleh sebab itu, harus lebih sungguh-sungguh mengelola perlintasan sebidang," ujar Djoko.

ADVERTISEMENT

Kecelakaan di perlintasan sebidang itu, menurutnya, makin mengingatkan untuk memprioritaskan perjalanan kereta api. Ditegaskan lagi, kereta harus didahulukan bahkan oleh kendaraan prioritas sekalipun.

"Perjalanan kereta api tetap didahulukan sebelum memberikan prioritas lain, yaitu kendaraan pemadam kebakaran yang sedang menjalankan tugas, ambulans mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan kecelakaan lalu lintas, kendaraan kepala negara atau pemerintahan asing yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, konvoi pawai atau kendaraan orang cacat, dan kendaraan yang penggunaannya hanya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus," beber Djoko.

"Kendaraan presiden sekalipun harus berhenti bila melewati perlintasan sebidang dan ada kereta yang hendak lewat," katanya.

Sebab, laju ular besi tidak bisa diberhentikan mendadak. Tak cuma itu, moda kereta api mengangkut ratusan orang yang bisa berdampak fatal jika melakukan rem mendadak.

Kereta yang sedang melaju tidak bisa seketika berhenti. Berdasarkan uji coba, kereta dengan bobot antara 280 ton hingga 350 ton yang melaju dengan kecepatan 45 km per jam, membutuhkan jarak berhenti setelah pengereman sepanjang 130 meter.

"Jarak berhenti tersebut akan semakin menjauh jika kecepatan kereta lebih tinggi. Misalnya, kereta dengan bobot yang sama akan melaju 120 km per jam membutuhkan jarak berhenti sampai 860 meter," kata Djoko.




(rgr/mhg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads