Ahli Pertanyakan Klaim Nikuba Ubah Air Jadi BBM

Tim detikcom - detikOto
Selasa, 04 Jul 2023 14:36 WIB
Nikuba diklaim bisa 'sulap' air jadi BBM. Foto: Ony Syahroni/detikJabar
Jakarta -

Nikuba, alat pengkonversi air menjadi bahan bakar membetot perhatian publik. Kini Nikuba dikabarkan terbang ke Italia, dipresentasikan di depan pabrikan otomotif. Para pakar di Indonesia sempat mempertanyakan cara kerja dan klaim Nikuba.

Nikuba adalah singkatan dari 'Niku Banyu' atau 'Ini Air'. Nikuba disebut-sebut mampu mengonversi air menjadi hidrogen untuk bahan bakar kendaraan bermotor motor. Dia pun mengklaim satu liter air bisa digunakan menempuh perjalanan pergi-pulang jarak Cirebon-Semarang atau sekitar 254 kilometer.

"Pernah dites di motor matic. Untuk perjalanan dari Cirebon ke Semarang, pulang pergi hanya butuh kurang dari satu liter air," klaim Aryanto beberapa waktu lalu.

"Kalau kita bicara Nikuba, ini bukan sebagai penghemat BBM lagi, tapi full ini 100 persen dari air," ucap dia menambahkan.

Aryanto menyebut Nikuba bisa mengonversi atau mengubah air menjadi bahan bakar untuk kendaraan bermotor, khususnya roda dua, dalam bentuk Hidrogen (H2).

Dari cara kerjanya, Aryanto menjelaskan, Nikuba memiliki fungsi untuk memisahkan antara hidrogen (H2) dan oksigen (O2) yang terkandung di dalam air (H2O) melalui proses elektrolisis. Adapun air yang digunakan adalah air yang sudah tidak memiliki kandungan logam berat.

Hidrogen yang telah dihasilkan melalui proses elektrolisis itulah yang kemudian dialirkan ke ruang pembakaran mesin kendaraan sebagai bahan bakar. Sementara oksigennya, menurut Aryanto, akan kembali dielektrolisis menjadi Hidrogen dan dialirkan lagi ke ruang pembakaran mesin.

"Untuk proses menghasilkan hidrogen, tetap dibutuhkan katalis. Karena jika tanpa katalis, air itu paling mendidih menjadi uap. Katalis yang saya gunakan ini, buatan saya sendiri, hasil jerih payah saya untuk menemukan katalis yang tidak ada di pasaran. Katalis yang saya buat ini organik," tutur Aryanto.

Hidrogen yang telah dihasilkan melalui proses elektrolisis itulah yang kemudian dialirkan ke ruang pembakaran mesin kendaraan sebagai bahan bakar. Sementara oksigennya, menurut Aryanto, akan kembali dielektrolisis menjadi Hidrogen dan dialirkan lagi ke ruang pembakaran mesin.

"Untuk proses menghasilkan hidrogen, tetap dibutuhkan katalis. Karena jika tanpa katalis, air itu paling mendidih menjadi uap. Katalis yang saya gunakan ini, buatan saya sendiri, hasil jerih payah saya untuk menemukan katalis yang tidak ada di pasaran. Katalis yang saya buat ini organik," tutur Aryanto.

Respons para pakar

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merespons soal Nikuba karya Aryanto yang diklaim mampu mengubah air menjadi hidrogen sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor. BRIN menilai Nikuba bukan alat yang bisa menggantikan konsumsi BBM pada sebuah kendaraan bermotor.

"Itu adalah HHO atau brown-gas yang digunakan untuk pembakaran, bukan pengganti BBM ya, tapi bisa untuk efisiensi BBM sekitar 3-20 persen," tutur Eniya Listiani Dewi, profesor riset BRIN, saat dihubungi detikJabar, beberapa waktu yang lalu.

Menurut dia, proses elektrolisis dari Nikuba bukan proses elektrolisis murni yang mampu menghasilkan hidrogen. Nikuba buatan Aryanto, Eniya menjelaskan, hanya menghasilkan reaksi kimia dari stainless steel.

"Bukan proses elektrolisa murni menghasilkan gas hidrogen. Alat tersebut semacam reaksi kimia, yang menggunakan stainless steel sebagai elektroda dan sebagai elektrolit adalah NaOH (soda) atau KOH atau NaCl, yang paling banyak dipakai adalah NaOH," tuturnya.

Meski sepeda motor tersemat Nikuba, Eniya menegaskan, kendaraan masih tetap menggunakan atau membutuhkan BBM. "Kalau prediksi kita kan dimasukkan ke ruang pembakaran dan menyempurnakan piston di sepeda motor itu. Dari situ intinya bahwa BBM masih dipakai, jadi bukan pengganti BBM. Tetapi dia menyempurnakan pembakaran di ruang bakarnya, nah itu yang bisa saya jelaskan soal temuan itu," ujar Eniya.

Ahli Konversi Energi dari Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri, buka suara soal Nikuba. Dia menjelaskan teknologi pengubah air menjadi hidrogen untuk bahan bakar kendaraan bermotor sejatinya merupakan teknologi lama.

"Itu (teknologi) sudah lama banget. Coba lihat saja di (situs jual beli) Tokopedia, tulis 'Joko Energy', keluar semua alatnya itu. Jadi yang ngembangin udah banyak. Termasuk (tutorialnya) di Youtube, juga udah banyak banget," kata pria yang akrab disapa Yus.

Yus mengungkapkan teknologi seperti itu sudah dikembangkan sejak 1960-an, karena sudah banyak orang yang mengenal konsep elektrolisa air. Sekadar diketahui, elektrolisa air merupakan penguraian senyawa air (H2O) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen (H2) dengan menggunakan arus listrik yang melalui air tersebut.

"Dan sebetulnya kalau dibilang (teknologi ini) menggantikan bensin, ya nggak juga. Karena nggak bisa, nggak akan cukup," katanya.

Menurut Yus, energi diperlukan untuk elektrolisa air sehingga menjadi H2 dan O2 itu lebih besar daripada energi diperoleh jika H2 itu dibakar dalam mesin. "Sehingga akinya bakal tekor. Mungkin bisa saja sih (alat itu digunakan), tapi kalau pakai yang seperti itu ya nggak akan cukup. Mungkin hanya bisa untuk idle (langsam) saja ya dan itu cuma sebentar," ujar Yus.

Dia menjelaskan untuk bisa menggunakan air sebagai bahan bakar pengganti tidak hanya dibutuhkan aki, tapi tetap membutuhkan bensin. Jika memakai air saja untuk proses ini, hal itu tidak akan cukup.

"Lama-lama aki bisa tekor karena secara keseimbangan energi tidak cukup. Lebih besar untuk memproduksi dari pada yang berguna. Jadi tak hanya butuh aki, tapi juga tetap butuh bensin," ucap Yus menegaskan.

Peneliti ahli madya Pusat Riset Material Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Deni Shidqi Khaerudini, menanggapi Nikuba. Masyarakat perlu skeptis atau bersikap kritis terhadap kemunculan Nikuba atau alat sejenis.

"Tentu saja karya inovasi apa pun perlu didukung. Tapi, sekali lagi, lebih baik dan bijak untuk menghindari over-claim," kata Deni Shidqi Khaerudini, membagikan perspektifnya kepada detikcom, Jumat (13/5/2022).

Jadi masih butuh listrik untuk memisah hidrogen dan oksigen dalam H2O. Listriknya bisa dari aki atau sumber daya lainnya.

"Masalahnya, elektrolisis ini prosesnya memakan banyak sekali listrik," kata Deni.

Dia menjelaskan, electrolyzer (alat elektrolisis) dengan efisiensi 100 persen membutuhkan 39,4 kWh listrik untuk menghasilkan 1 kg hidrogen. Aki motor memiliki kapasitas penyimpanan listrik sekitar 60 Wh. Padahal efisiensi 100 persen dari electrolyzer adalah hal yang mustahil. Namun, bila diasumsikan efisiensi 100 persen, motor konversi electrolyzer cuma mampu menghasilkan energi sebesar 0,216 MJ (megajoule) atau 0,06 kWh sebelum baterainya habis. Bandingkan hasil energi yang dihasilkan sebesar 0,06 kWh dengan hasil energi yang dibutuhkan sebesar 39,4 kWh.

Bila pakai bensin dengan kapasitas tangki 3,7 liter, energi yang dihasilkan bisa 585 kali lebih besar ketimbang memakai elektrolisis air tadi.

"Elektrolisis hidrogen adalah proses superboros energi dan tidak dapat menjadi alternatif lebih baik daripada bensin untuk sepeda motor. Atau jodoh H2 sendiri memang bukan untuk mesin bakar (ICE), tapi harus menggunakan konversi lain, yaitu fuel cell dan motor listrik," kata Deni.



Simak Video "Respons BRIN soal Penemu Nikuba Tak Ingin Didukung"

(riar/dry)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork