Polemik Pelat RFS Cs: Arogansi, Strobo, hingga Tot Tot Wiuwiuw di Jalan

Ridwan Arifin - detikOto
Senin, 26 Des 2022 07:15 WIB
Mobil berpelat RF ditilang polisi Foto: Instagram TMC Polda Metro Jaya
Jakarta -

Mobil berpelat 'RF' kerap merasa istimewa di jalan. Padahal pelat nomor dengan buntut belakang RFS, RFD, RFP cs itu bisa dimiliki publik alias tidak ada hal yang spesial. Kehadiran pelat buntut ini pun menimbulkan polemik, perlukah dihapuskan?

Kode pelat RF diasosiasikan mobil pejabat sebab penggunaan pelat kendaraan khusus itu pun tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2012 tentang Penerbitan Rekomendasi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) Khusus dan Rahasia Bagi Kendaraan Bermotor Dinas.

Meski begitu pelat 'RFS' Cs bisa dimiliki oleh masyarakat umum dengan cara dipesan untuk membeli nomor cantik. Hal ini diperbolehkan dan ada ketentuan yang mengaturnya. Tapi khusus pelat 'RF' untuk pejabat memiliki kepala angka 1 pada TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) dan terdiri dari 4 digit.

Sedangkan warga sipil yang ingin memiliki nopol dengan buntut RFS cs dinilai tidak melanggar aturan karena sesuai dengan PP No. 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto mengatakan penggunaan pelat RF, pelat nomor yang awalnya rahasia itu berkembang menjadi sesuatu yang eksklusif. Bahkan mobil pelat RF yang sejatinya memang benar-benar dipakai pejabat disalahgunakan untuk meminta prioritas dengan memasang strobo hingga sirine.

"Penggunaan pelat RF, perkembangan terakhir sering menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat karena ulah oknum pengemudinya yang sering menunjukkan sikap dan perilaku yang kurang bersahabat dengan pengguna jalan lain, misal: minta prioritas, menggunakan atau memasang lampu isyarat, sirene dan kadang-kadang membunyikan sirene dan klakson berlebihan, bahkan memepet kendaraan lain tanpa memperhatikan keselamatan orang lain," kata Budiyanto dalam keterangannya dikutip Minggu (25/12/2022).

Tot.. tot.. wiuwiuw.. tak jarang bunyi sirine itu muncul dari mobil berpelat hitam ketika membelah kemacetan atau bahkan melewati bahu jalan tol. Seperti diketahui Penggunaan strobo dan sirine hanya dibolehkan untuk kendaraan tertentu. Sementara kendaraan yang harus diprioritaskan di jalanan berdasarkan Pasal 134 UU Nomor 22 Tahun 2009 hanya ada tujuh. Berikut ini tujuh kendaraan tersebut sesuai dengan urutannya:

1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit;
3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
6. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
7. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.

Permintaan terhadap pelat nomor tersebut menjadi meningkat bagi sekelompok orang yang memiliki uang lebih untuk dapat menunjukkan eksklusivitasnya di jalan umum. Menurut Budiyanto penerbitan pelat RFS dan kawan-kawan itu perlu diperketat.

Mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro Jaya ini menyarankan agar ada pengawasan dan pemberian sanksi tegas terhadap penyalahgunaan pelat RFS cs.

"Memperketat persyaratan penerbitan nomor kendaraan kode RF. Bila perlu dan mendesak, ada kajian penerbitan nomor tersebut karena kalau kita lihat dari tujuan penerbitan nopol tersebut untuk menunjang tugas-tugas kekhususan sesuai jabatan dan untuk mendukung tugas-tugas yang membutuhkan kerahasiaan identitas dan kendaraannya," kata dia.

Selanjutnya, dia mengimbau agar pelat RFS itu dikaji lagi. Sebab nopol rahasia tersebut sudah bukan rahasia lagi. Di sisi lain, kesan eksklusivitas tersebut dirasa membuat orang tetap berbondong-bondong membeli pelat berkode 'RF'.

"Seiring munculnya fenomena pro kontra di tengah-tengah masyarakat, nilai tingkat kekhususan dan kerahasiaan relatif tidak ada, dalam arti masyarakat sudah tahu tentang nomor kendaraan tersebut, sehingga sudah sewajarnya penerbitan TNKB khusus dan rahasia perlu adanya kajian," kata Budiyanto.

"Bila perlu petugas yang melakukan pengawalan terhadap pengguna jalan yang berhak mendapatkan pengawalan, petugasnya supaya menggunakan kendaraan berpelat dinas biasa, sehingga apabila kendaraan tersebut dipasang lampu isyarat dan sirene tidak melanggar undang-undang," tutupnya.



Simak Video "Video: Helm Hilang di Parkiran? Ternyata Pengelola Harus Tanggung Jawab!"

(riar/rgr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork