Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto menyoroti pelanggaran di tol bukan hanya pengguna jalan yang melebihi kecepatan maksimal, pelanggar batas kecepatan minimal juga perlu ditindak.
"Mobil underspeed perlu ditindak untuk menjaga mobilitas kendaraan stabil," kata Budiyanto dalam keterangannya dikutip Kamis (20/10/2022).
Mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro Jaya ini menjelaskan pelanggaran batas kecepatan minimal di jalan tol berkaitan dengan aspek keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan tol. Alasannya jarak kecepatan di atas 50 km/jam dinilai bakal berakibat fatal.
"Perbedaan kecepatan yang cukup mencolok menurut teori berpotensi terjadinya kecelakaan dengan modus tabrak belakang. Banyak contoh kasus tabrak belakang antara kendaraan perorangan atau pribadi nabrak truk dari belakang yang menimbulkan korban jiwa." ujar Budiyanto.
Batas kecepatan kendaraan diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tercantum dalam pasal 21, batas kecepatan paling tinggi ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan. Aturan itu didukung dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 111 tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.
Khusus untuk jalan bebas hambatan batas kecepatan paling rendah ditetapkan dengan batas absolut 60 km/jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 km/jam. Penetapan batas kecepatan itu tak sembarangan, melainkan sudah memperhitungkan berbagai faktor seperti frekuensi kecelakaan, fatalitas, kondisi permukaan jalan, serta usulan masyarakat.
Sedangkan untuk berkendara di tol dalam kota sendiri kecepatan minimal berkendara 60 km/jam, maksimal berkendara yaitu 80 km/jam. Kemudian untuk berkendara di tol luar kota yakni minimal 60 km/jam dan maksimal 100 km/jam.
Budiyanto menjelaskan berdasarkan aturan di atas kecepatan maksimal adalah antara 80-100 km/jam, sedangkan kecepatan terendah adalah 60 km/jam. Jarak keduanya adalah 20-40 km/jam, atau disebagai Speed Gap.
Speed Gap ini menjadi penentu keselamatan, apabila terjadi tabrakan dalam kondisi kendaraan sama-sama jalan tidak terlalu fatal, dibandingkan speed gap di atas 40 km/jam. Tetapi mayoritas kendaraan yang di bawah kecepatan minimal adalah kendaraan-kendaraan besar,
"Namun apa yang sering terjadi pada kendaraan truck berdimensi besar berjalan dibawah kecepatan minimal atau underspeed. Situasi dan komdisi seperti ini cukup mengganggu perjalanan pengguna jalan yang lain.
"Kendaraan truck yang berjalan pada kondisi underspeed berarti dibawah 60 km/ jam, bisa 40 km/ jam atau 50 km/jam, sedangkan kendaraan lain berjalan rata- rata pada kecepatan 80 km/ jam atau 100 km/ jam. Gap atau perbedaan kecepatan bisa mencapai 40 atau 50 km/jam. Perbedaan atau gap kecepatan kendaraan antara kendaraan satu dengan kendaraan yang lain idealnya tidak boleh melebihi 40 km/ jam," jelas dia.
Menurut Budiyanto truk dengan dimensi besar yang tidak sanggup berlari di kecepatan minimal karean muatan berlebih.
"Diharapkan kendaraan truck, kendaraan berdemensi besar mampu menjaga batas kecepatan minimal secara ajek atau konsisten.Bagaimana untuk menjaga agar kendaraan berdemensi besar dapat berjalan dgn kecepatan harus mampu menjaga kendaraan tetap laik jalan. Saya yakin bahwa kendaraan berdemensi besar dala m kondisi laik jalan dan membawa beban sesuai aturan akan mampu menjaga kecepatan sesuai aturan dengan ajek atau konsisten." jelas dia.
Lihat juga video 'KNKT Minta Kemenhub Larang Kendaraan Besar Gunakan Klakson 'Telolet'':
(riar/din)