Akhir-akhir ini sudah sering kejadian kecelakaan maut akibat kendaraan besar seperti bus dan truk mengalami rem blong. Kebanyakan terjadi di jalan menurun, baik di jalan tol maupun di jalan non-tol.
Kecelakaan maut akibat rem blong ini tidak hanya terjadi sekali. Sepanjang tahun 2022 ini saja sudah banyak kecelakaan maut akibat bus dan truk mengalami rem blong. Terakhir, terjadi kecelakaan maut di Cibubur ketika sebuah truk tangki Pertamina menabrak beberapa motor dan mobil.
Menurut praktisi keselamatan berkendara yang juga Founder dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, kecelakaan serupa bisa saja terjadi jika PR besar yang ada tidak diselesaikan. Bukan cuma secara teknis kendaraan itu mengalami rem blong, tapi harus dicari akar masalah penyebab rem blongnya sehingga kecelakaan maut bisa dihindarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyebab tidak langsung mulai dari praperjalanan dari sistem perawatan di perusahaan angkutan, mulai dari sistem rekrutmen (tenaga sopir), lemahnya pemerintah dalam pengawasan kepada pengusaha-pengusaha terhadap aturan-aturan kelaikan. Ini yang namanya penyebab tidak langsung. Karena penyebab tidak langsung akan memicu penyebab langsung," ujar Jusri.
Dia mencontohkan pengemudi yang tidak memiliki kompetensi hingga sopir cadangan masih berkeliaran. Diharapkan, ke depan ada penilaian kompetensi untuk pengemudi.
Jusri bilang, bisa dipastikan hampir 90% pengemudi angkutan barang dan penumpang naik pangkat dari kenek. Alhasil, kebanyakan sopir yang naik kelas dari kenek itu bisa mengemudi karena biasa, tapi tidak dibekali kompetensi yang cukup.
"Sedangkan apakah keterampilan sama dengan kompeten? Tidak. Karena kompeten mencakupi 3 elemen, pertama keterampilan, kedua pengetahuan, ketiga attitude. Para pengemudi kita-semuanya dari fakta yang ada-mereka hanya terampil. Tapi apakah mereka memiliki pengetahuan, apakah mereka memiliki attitude? Dua elemen terakhir itu hanya bisa diperoleh dari sebuah pendidikan, sekolah, training. Dan ini menjadi masalah saat sekarang. Mereka tidak memiliki pengetahuan sehingga yang namanya kesadaran tentang keselamatan, kesadaran tentang peraturan berlalu lintas, kemampuan dalam hal beretika atau berempati nggak ada," beber Jusri.
Belum lagi sistem perawatan kendaraan. Menurutnya, beberapa perusahaan ada yang ingin menekan pengeluaran dengan menunda perawatan kendaraan.
"Perusahaan berpikir komponen masih bisa dipakai meski sudah diajukan permohonan untuk diganti. Mereka tidak berpikir pasca kecelakaan cost-nya berapa kali. Karena kesadaran keselamatan masih menjadi kelemahan masyarakat Indonesia," ujarnya.
Sopir Harus Paham Cara Ngerem di Turunan
Sementara itu, kebanyakan kecelakaan maut akibat rem blong dipicu oleh penanganan sopir yang kurang tepat. Kecelakaan akibat rem blong biasanya diakibatkan oleh pengemudinya yang tidak memahami cara berkendara aman di jalan berbukit. Hal itu menurut Jusri menjadi penyebab langsung kecelakaan lalu lintas akibat rem blong.
"Cara pengereman mereka hanya mengandalkan pengereman service brake atau rem kaki. Ketika dia menggunakan service brake saja, akibatnya konstruksi rem akan mengalami suhu panas yang berlebih. Akibatnya, kemampuan rem akan menyusut. Ketika kemampuan rem menyusut jarak pengereman kendaraan akan jauh bahkan kendaraan akan hilang kendali," ucapnya.
Pengereman pada truk tronton umumnya menggunakan sistem full air brake, yang menggunakan tambahan tekanan udara dan membawa tangki udara. Selain penggunaan rem kaki, sopir truk/bus juga sebaiknya memanfaatkan pengereman mesin atau engine brake, misalnya dengan menggunakan gigi rendah di turunan.
"Kalau rem kaki selalu digunakan seperti di kendaraan kecil, maka fungsi rem akan mengalami penyusutan yang namanya brake fading, karena suhu dikonstruksi rem panas, ketika konstruksi rem itu panas maka otomatis jarak pengereman akan panjang dan rem tidak efektif sama sekali," ungkap Jusri.
(rgr/lth)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?