Saat libur panjang akhir pekan kemarin, lalu lintas di Puncak, Bogor, Jawa Barat, macet total. Kemacetan panjang itu bahkan sampai belasan jam.
Selain adanya kendaraan mogok dan volume kendaraan yang membludak, menurut Kapolda Jawa Barat Irjen Suntana kemacetan parah yang terjadi di Puncak itu disebabkan banyaknya pengendara motor yang melambung hingga lajur berlawanan. Kebiasaan buruk pengendara itu membuat arus lalu lintas mengunci.
Polisi tidak akan segan-segan melakukan tindakan jika ada pengendara yang ugal-ugalan dan mengambil hak jalan pengendara lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita akan melakukan sosialisasi bahkan nanti sampai edukasi kalau perlu melakukan tindakan kepada perilaku-perilaku kendaraan motor yang selalu berjalan rombongan dan suka mengganggu dan mengambil hak jalan pengendara yang lain ya," ujar Suntana.
Situasi serupa diprediksi akan terjadi lagi saat libur Hari Raya Nyepi besok. Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin menyiapkan antisipasi untuk menghadapi macet di kawasan Puncak pada libur Hari Raya Nyepi, besok.
Kebiasaan pengemudi yang saling serobot saat kemacetan ini sering terjadi di jalanan Indonesia, bukan hanya di Puncak pada akhir pekan kemarin. Terkadang sudah macet panjang, pengendara menyerobot masuk lajur berlawanan sampai menghabiskan badan jalan. Alhasil, kendaraan lain dari arah berlawanan terjebak, sampai lalu lintas kedua arah mengunci.
Menurut praktisi keselamatan berkendara yang juga Founder dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, penyebab kemacetan parah di Puncak saat libur panjang akhir pekan didominasi oleh adanya ketidakdisiplinan. Banyak pengendara yang tidak memiliki etika sehingga menyerobot jalur berlawanan hingga menyebabkan arus lalu lintas terkunci.
"Itu merupakan cerminan dari kondisi lalu lintas Indonesia. Karena di jalan-jalan di negara-negara yang tingkat kesadaran berlalu lintasnya tinggi, kemacetan-kemacetan itu lebih tertib dan ada pergerakan. Karena mereka (mayoritas pengendara di Indonesia) budaya antre, yang didasari dari empati, etika, itu tipis sekali. Jadi kalau ada faktor-faktor tadi, pelanggaran, tidak adanya etika, tidak adanya empati, otomatis tingkat kemacetan atau tingkat kesemrawutan akan lebih parah," kata Jusri kepada detikcom, Rabu (2/3/2022).
Menurut Jusri, kesadaran berlalu lintas pengendara di Indonesia sangat rendah. Penyebabnya, dari awal berkendara, para pengemudi di Indonesia hanya mengandalkan keterampilan mengemudi kendaraan bermotor.
"Kadang-kadang soal keterampilan pun masih dikorup, tidak cukup umur dan lain-lain. Sedangkan kita di jalan itu tidak hanya membutuhkan keterampilan, tapi kemampuan kognitif kita. Ini pengetahuan. Artinya, pengetahuan kita tentang berlalu lintas itu sangat rendah. Sehingga akhirnya kesadaran pun otomatis linear, pengetahuan rendah, kedisiplinan berlalu lintas pun jadi rendah. Karena persepsi kita sudah salah," ucap Jusri.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Gaya Merakyat Anies Baswedan di Formula E Jakarta, Duduk di Tribun Murah