Tidak Semua Pasien Positif COVID-19 Diangkut Bus Sekolah, Ini Kriterianya

ADVERTISEMENT

Tidak Semua Pasien Positif COVID-19 Diangkut Bus Sekolah, Ini Kriterianya

Luthfi Anshori - detikOto
Minggu, 08 Agu 2021 18:15 WIB
Kisah Bus Sekolah yang jadi kendaraan pengantar pasien COVID-19
Foto: Dok. Bus Sekolah. Kisah Bus Sekolah yang jadi kendaraan pengantar pasien COVID-19.
Jakarta -

Unit Pengelola (UP) Angkutan Sekolah Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menyediakan sekitar 42 unit Bus Sekolah untuk mengangkut pasien positif COVID-19. Namun tidak semua orang dengan hasil tes positif Corona bisa dibawa ke Wisma Atlet untuk dikarantina. Ada kriteria-kriterianya.

Seperti dijelaskan salah seorang driver, Luswanto, Bus Sekolah hanya diperuntukkan membawa pasien positif Corona tanpa gejala alias OTG atau pasien dengan gejala ringan.

"Jadi kita tidak membawa pasien positif yang ada komorbid (penyakit bawaan) atau pasien yang mengalami sesak nafas. Karena pasien yang seperti itu yang membawa harus ambulans. Bus Sekolah hanya membawa pasien positif OTG," kata Anto, dihubungi detikOto, Kamis (5/8/2021).

Sebagai informasi, Bus Sekolah yang dikaryakan bisa membawa pasien positif antara 10 hingga 15 pasien. Dengan kapasitas yang lumayan banyak itu, maka Bus Sekolah hanya akan membawa pasien positif yang masih dalam satu kluster.

"Tidak bisa membawa pasien per orangan, minimal kita membawa 7 orang dari satu kluster," sambung Anto. Misalnya, pada 5 Agustus 2021 kemarin, Anto dan kawan-kawannya membawa 9 orang dari Rusun Pasar Rumput dan 10 orang dari RS Marinir Cilandak untuk dikarantina di Wisma Atlet.

Dari awal bertugas pada April 2020 hingga kini (5/8/2021), Bus Sekolah dari Unit Pengelola (UP) Angkutan Sekolah Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta tercatat sudah mengangkut pasien COVID-19 sebanyak 36.775 orang.

Dalam menjalankan tugasnya, para pengemudi Bus Sekolah yang jumlahnya sekitar 40 orang itu juga diwajibkan menaati protokol kesehatan, seperti menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) lengkap dengan goggle atau kaca mata pelindung. Mereka bisa menggunakan pakaian anti virus itu selama 4-6 jam setiap harinya.

"Ini udah bukan tugas dari atas atau tugas dari pemerintah. Ini udah panggilan hati, panggilan jiwa. Jadi ya udah, saya lakuin, saya nggak mikir masalah salary (gaji). Karena kita ini kan mengalihkan fungsi dari bawa anak sekolah ke pasien," terang Anto.

(lua/din)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT