Helikopter yang ditumpangi Ketua KPK Firli Bahuri kembali menuai sorotan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadukannya ke Bareskrim Polri terkait dugaan gratifikasi di balik sewa helikopter tersebut.
Well, seperti apa helikopter yang digunakan Firli? pemberitaan sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut Firli menaiki helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO saat perjalanan dari Palembang menuju Baturaja.
Saat ditelusuri lebih lanjut kode PK-JTO itu merupakan helikopter jenis Eurocopter (EC) 130 T2 (H130). Mengutip dari Verticalmag, helikopter ini generasi penerus dari EC 130, T2 disebut punya mesin yang lebih bertenaga dan irit bahan bakar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Helikopter ini juga digunakan untuk operator penyewaan, dan layanan medis darurat. Beberapa keunggulan lain dari helikopter ini disebut dalam Airbus, memiliki tingkat suara yang rendah, yakni hanya 7 dB. Cocok untuk penerbangan di atas taman nasional, suaka margasatwa, dan daerah perkotaan.
Keunggulan lain dari helikopter ini ialah kabin dan jarak pandang yang luas. Selain itu, EC 130 dapat menampung hingga tujuh penumpang.
Bicara soal performa helikopter ini mampu terbang hingga kecepatan 287 km/jam dan ketinggian maksimal 23.000 kaki. EC 130 T2 juga luwes yang diklaim memiliki tingkat pendakian dengan catatan 8 meter per detik.
Guna menunjang kenyamanan, EC 130 T2 memiliki fitur seperti sistem kontrol getaran untuk manuver yang lebih nyaman, sistem AC yang ditingkatkan, pintu geser kabin sisi kanan, dan perbaikan interior tambahan.
Kira-kira berapa harga helikopter EC130 ya? dalam situs aeroclassifieds, Eurocopter EC130 bekas lansiran tahun 2017 dijual β¬2,790,000 atau sekitar Rp 48,7 miliaran.
Dilaporkan sebelumnya, tarif sewanya Rp 7 juta per jam. Ajudan Firli, bernama Kevin mencarikan helikopter untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan pada Sabtu, 20 Juni 2020.
Namun Koordinator ICW Divisi Investigasi Wana Alamsyah mengatakan dari penelusurannya harga sewa sebenarnya adalah sekitar Rp 39 juta per jam.
"Di dalam sidang etik tersebut Firli menyampaikan bahwa harga sewa heli itu sebesar Rp 7 juta belum termasuk pajak. Jadi, jika ditotal, dalam jangka waktu 4 jam penyewaan yang dilakukan oleh Firli ada sekitar Rp 30,8 juta yang dia bayarkan kepada penyedia heli yang mana penyedianya adalah PT Air Pasifik Utama," ucap Wana.
"Tapi kemudian kita mendapatkan informasi lain dari penyedia jasa lainnya bahwa harga sewa per jamnya yaitu USD 2.750 atau sekitar Rp 39,1 juta. Jika kami total itu ada sebesar Rp 172,3 juta yang harusnya dibayar oleh Firli terkait dengan penyewaan helikopter tersebut," imbuhnya.
Dari hitung-hitungan itu, menurut Wana, ada selisih sekitar Rp 141 juta lebih yang diduga sebagai penerimaan gratifikasi atau diskon. Tak hanya itu, Wana menduga ada konflik kepentingan di balik penyewaan helikopter itu.
"Ketika kami telusuri lebih lanjut dan kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasifik Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi Neneng terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta. Dalam konteks tersebut kami menganggap bahwa dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi ini telah masuk dalam unsur-unsur Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001," kata Wana.
(riar/din)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Gaya Merakyat Anies Baswedan di Formula E Jakarta, Duduk di Tribun Murah