Aksi demonstrasi menolak Omibus Law di beberapa daerah diwarnai aksi pembakaran ban. Tindakan serupa terjadi di banyak negara dari waktu ke waktu. Apa maksudnya?
Membakar ban di tengah jalan sudah jadi semacam tradisi demonstrasi dari masa ke masa. Bukan cuma di Indonesia, pada banyak kejadian di berbagai penjuru dunia hal yang sama bisa ditemui.
Terbuat dari campuran karet sitetis dan karet alami yang kemudian digabungkan korbon hitam, serta komponen kimia lainnya, membakar ban menghasilkan kobaran api yang besar dan asap hitam pekat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, kenapa ban yang harus dibakar?
Salah satu alasannya adalah karena ban murah (terlebih yang sudah bekas). Selain itu ban relatif mudah ditemukan di mana-mana.
Dikutip detikOto dari beberapa sumber, aksi membakar ban salah satunya digunakan untuk menghalau polisi. Baik yang berjalan kaki, mengendarai kuda, atau membawa kendaraan normal (bukan kendaraan taktis). Ban-ban yang ditumpuk dan kemudian dibakar jelas menyulitkan aparat keamanan melintas.
Ada juga yang berpendapat kalau asap hitam dari pembakaran ban bisa berfungsi sebagai alat komunikasi, atau minimal kode atau sandi kepada sesama demonstran di tempat yang jauh. Alat komunikasi seperti ini sulit untuk dihalau polisi atau petugas keamanan.
Hal lainnya, asap hitam juga diklaim akan menyulitkan helikopter dalam melakukan pemantauan dari udara. Padahal pemantauan dari udara merupakan keunggulan utama petugas dalam menyusun strategi, menyiapkan antisipasi, sampai melakukan aksi intelejen.
Terlepas dari itu semua, satu hal yang pasti adalah, membakar ban memunculkan polusi sangat tinggi. Asap hitam pekat hasil pembakaran mengandung metal dan bahan kimia berbahaya yang akan mengotori udara dan bisa menyebabkan masalah kesehatan kronis. Demikian dikutip dari ecomena.
(din/lth)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah