Tolak Omnibus Law, Ribuan Pekerja Pabrik Otomotif Ikut Mogok

Tolak Omnibus Law, Ribuan Pekerja Pabrik Otomotif Ikut Mogok

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Selasa, 06 Okt 2020 15:54 WIB
Ribuan buruh di Kota Bandung, Jawa Barat, laukukan demonstrasi di depan Kantor Wali Kota Bandung di Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Aksi ini dilakukan dalam rangka menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap bakal merugikan buruh.
Buruh menolak Omnibus Law. (Wisma Putra/detikOto)
Jakarta -

Buruh menolak Omnibus Law yang baru saja disahkan. Massa buruh menuntut Omnibus Law dicabut atau dibatalkan. Aksi penolakan buruh dilakukan dengan cara mogok kerja.

Ribuan buruh mogok kerja. Buruh di pabrik otomotif pun melakukan hal yang sama. Hal itu disampaikan oleh Ade Supiyani, Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SP-AMK) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Purwakarta.

"Ya ikut (mogok kerja). Kita KSPI di bawahnya ada FSPMI kita termasuk di FSPMI kan tentu ikut (mogok kerja)," kata Ade kepada detikcom, Selasa (6/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ade mengatakan, hari ini ribuan buruh di sektor otomotif ikut mogok kerja. Tak cuma di pabrik perakitan kendaraan, buruh di pabrik pemasok komponen otomotif juga ikutan mogok kerja.

"Ada sekitar 12 perusahaan di Purwakarta yang memang seikat buruh FSPMI-nya mayoritas, mereka berhenti bekerja. Dan semua kumpul di area perusahaan atau di depan perusahaan," ujar Ade.

ADVERTISEMENT

"Justru (buruh dari pabrik) otomotif yang paling banyak mogok (kerja). Kalau otomotif ada 7 (perusahaan di Purwakarta) yang gabung di FSPMI semuanya mogok. Ada pabrik Hino, terus vendor-vendor otomotif kayak PT Sumi Indo Wiring Sistem, PT Kotobukiya Indo Classic Industries, dan lain-lain," sebutnya.

Total, ada 5.000-an buruh di Purwakarta yang memutuskan untuk mogok kerja. Di pabrik otomotif beserta pemasok komponen sendiri sudah 4.000-an buruh yang mogok kerja.

"Kita menuntut kepada Pemerintah untuk mencabut atau membatalkan Omnibus Law. Atau setidaknya mengeluarkan kluster ketenagakerjaan dari Omnibus Law, walaupun ini sudah disahkan. Karena memang ini kan semua orang pasti tahu isinya bagaimana. Tentunya ini kalau nanti dilaksanakan, buruh nggak punya lagi perlindungan. Upah juga murah. Ini tidak ada pilihan buat kita. Ini bukan hal yang mengenakkan buat kita," ujar Ade.




(rgr/din)

Hide Ads