Ketua KPK Firli Bahuri terbukti melakukan pelanggaran kode etik lantaran menggunakan alat transportasi mewah saat kunjungan kerja. Firli diketahui menyewa helikopter yang harganya hampir Rp 50 miliar, kira-kira berapa tarif sewanya?
Diberitakan sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut Firli menaiki helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO saat perjalanan dari Palembang menuju Baturaja. Saat ditelusuri lebih lanjut kode PK-JTO itu merupakan helikopter jenis Eurocopter (EC) 130 T2 (H130).
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Artidjo Alkostar mengatakan dalam sidang pembacaan putusan etik di gedung KPK Jakarta, Firli Bahuri menggunakan helikopter untuk kembali ke Jakarta dari Palembang agar dapat mengikuti rapat arahan Presiden Joko Widodo pada 22 Juni 2020. Demikian dikutip dari Antara, Jumat (25/9).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firli mengaku pada Jumat, 19 Juni 2020 ditelepon Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menyampaikan ada rapat di Kemenkopolhukam yang akan hadir adalah Menkopolhukam, Kapolri, Jaksa Agung, Ketua KPK, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan dan Luhut sendiri. Namun Firli mengatakan tidak bisa menghadirinya karena sudah mengambil cuti untuk ziarah ke kampung halaman di Baturaja, Sumatra Selatan, bersama keluarga.
Firli pun mengatakan akan diwakilkan oleh Alexander Marwata dalam rapat tersebut tapi ternyata pada Jumat (19/6) pukul 14.00 ia dihubungi Menkopolhukam Mahfud MD bahwa rapat ditunda karena peserta tidak lengkap.
"Terperiksa beberapa kali rapat selalu diwakilkan oleh Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango namun Sekretariat Negara mempertanyakan, kenapa terperiksa tidak datang, waktu itu terperiksa menanyakan kenapa rapat ditunda dan dijawab rapat ditunda hari Senin karena kita tidak lengkap, karena ketua tidak hadir. Ketua yang dimaksud adalah terperiksa," tambah Artidjo.
Menurut Firli, bila rapat ditunda hingga Senin (22/6) maka ia pasti menerima undangan rapat pada Minggu (21/6), sehingga membutuhkan mobilitas yang lebih cepat.
"Akhirnya terperiksa bilang kita berencana menginap di kampung, namun akan susah bertemu dan mobilitas sehingga terperiksa menyampaikan biasanya ada penyewaan helikopter," ungkap Artidjo.
Setelah itu, ajudan Firli bernama Kevin menyampaikan akan mencari tahu soal penyewaan helikopter tersebut.
![]() |
"Bukan terperiksa yang menginisiasi menyewa helikopter, terperiksa hanya menyampaikan informasi, tapi secara implisit terperiksa meminta Kevin mencarikan informasi biasanya ada penyewaan helikopter, sebagai ajudan, maka Kevin tentu akan carikan helikopter," tambah Artidjo.
Kevin lalu melaporkan sewanya Rp 7 juta per jam. Setelah itu Kevin mencarikan helikopter untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan pada Sabtu, 20 Juni 2020.
Pada Sabtu malam, Firli melakukan silaturahmi di hotel yang telah disiapkan untuk 30 orang dengan undangan, termasuk Pangdam dan Kapolda Sumatera Selatan.
Setelah makan, Firli bertanya ke Kevin cara untuk kembali ke Jakarta tapi karena dijawab sulit untuk mendapatkan tiket maka muncul gagasan kembali menggunakan helikopter yang sama karena lama penerbangan hanya 1 jam 45 menit.
"Kevin melaporkan kepada terperiksa dan menyampaikan harga kemudian terperiksa langsung bilang OK langsung kita bayarkan sewanya," tambah Artidjo.
Maka perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020 dilakukan dengan helikopter dengan durasi perjalanan sekitar 2 jam.
Sebelumnya, Dewas KPK menyatakan Firli bersalah melakukan pelanggaran kode etik naik helikopter mewah. Firli dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis.
"Menyatakan Terperiksa bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku. Tidak mengindahkan kewajiban menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakan selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi dan menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang diatur dalam Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf F Perdewas Nomor 2 tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," kata Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Panggabean, saat membacakan amar putusan dalam sidang etik Ketua KPK, Rabu (24/9/2020).
"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis dua, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa sebagai Ketua KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku KPK," sambung Tumpak.
Dalam pertimbangannya, Dewas menilai Firli tidak menyadari perbuatan yang dilakukannya melanggar kode etik. Sedangkan hal yang meringankan, Firli belum pernah dihukum pelanggaran kode etik.
(riar/lth)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?