Pada masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperluas kebijakan ganjil genap. Jika sebelumnya hanya berlaku pada kendaraan pribadi roda empat, kini roda dua juga akan ikut dalam aturan ganjil genap.
Aturan ini menimbulkan pro dan kontra. Indonesia khususnya Jakarta merupakan salah satu populasi pengguna sepeda motor yang besar. Penerapan ganjil genap bisa memangkas pergerakan manusia menggunakan roda dua.
Penerapan ganjil genap ini, menurut analisa Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, merupakan langkah antisipasi yang dilakukan Pemprov DKI terkait diberlakukannya periode transisi PSBB. Saat beragam aktivitas secara bertahap kembali diizinkan beroperasi, warga diyakini akan memilih kendaraan pribadi daripada berdesak-desakan di angkutan umum. Alasannya, naik kendaraan pribadi lebih aman.
"Kemacetan di jalan pasti akan lebih parah daripada sebelum pandemi karena mereka yang memiliki kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil akan menghindari angkutan umum massal dengan memilih kendaraan pribadi. Di sini juga tantangannya apakah kebijakan ganjil genap tetap dilaksanakan atau untuk sementara ditiadakan," tutur Djoko.
Menurutnya ganjil genap motor bisa saja diterapkan dengan catatan transportasi umum beroperasi dengan protokol kesehatan dan dapat memadai kebutuhan mobilitas masyarakat.
"Tidak masalah ganjil genap berlaku untuk semua kendaraan bermotor. Jika tetap dilaksanakan namun pemerintah tidak mampu menyediakan ketersediaan angkutan umum yang memadai untuk physicall distancing, maka kebijakan ganjil genap potensial dipermasalahkan publik," tambahnya.
Djoko menambahkan, kebijakkan ganjil genap ini sebaiknya tidak diterapkan selamanya. Menurutnya Indonesia terutama Jakarta perlu segera mengadaptasi konsep jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP).
"Namun, kebijakan gage jangan terlalu lama, segeralah berganti dengan ERP," imbuhnya.
Djoko menekankan, saat ini fokus utama yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengatur manusia dan menerapkan tatanan hidup baru pada kegiatan sosial ekonomi. Sebagai contoh, kegiatan atau pekerjaan yang masih dapat dilakukan dari rumah tetap dilanjutkan. Yang pada akhirnya kepadatan di jalanan serta kerumuhan di beragam moda transportasi bisa dikurangi.
"Sumber permasalahan bukan di sektor transportasinya namun pada bagaimana pengaturan kegiatan manusianya. Jadi seharusnya masa new normal tidak semuanya harus kembali kerja ke kantor seperti sebelum pandemi. Yang masih bisa work from home (WFH) ya semestinya tetep WFH atau minimal ada pengurangan kehadiran ke kantor. Sektor yang menuntut pekerja harus datang ke tempat kerja, perlu diatur jadwal kerjanya sehingga bervariasi pergerakan orangnya, tidak menumpuk pada jam yang sama seperti masa sebelum pandemi," pungkasnya.
Simak Video "99 Persen Masyarakat Indonesia Sudah Punya Antibodi Virus Corona"
[Gambas:Video 20detik]
(rip/din)
Komentar Terbanyak
Kapolri Soroti Pengawalan saat Macet: Sirine Melengking Itu Mengganggu
Kendaraan Hilang Lapor Polisi, Kena Biaya Berapa?
Bikin Orang Malas Bayar Pajak, BBN Kendaraan Bekas dan Pajak Progresif Dihapus