Peran ojek online saat ini seperti tidak bisa dipisahkan. Alih-alih digunakan sebagai pengumpan angkutan massal, ojol malah menjadi angkutan umum utama. Masalah ini pula dipicu oleh masih kurang memadainya transportasi publik yang tersedia.
"Bisa kita hitung kembali orang menggunakan metro trans itu sangat sedikit sekali, berbeda kita menggunakan ojek online bisa ratusan menggunakan. Seperti inilah kondisi masalah angkutan umum ternyata angkutan umum kita belum juga diminati," kata Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia, Deddy Herlambang di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada kenyataannya publik lebih senang naik paratransit transportasi. Paratransit transpor itu seperti bajaj, gojek dan grab. Publik lebih senang naik itu, tapi memang di sini masih ada masalah, masalah kesenjangan antara last mile dan first mile-nya. Ketika publik ingin ke destinasi utama misalnya, ternyata di sana tidak angkutannya," paparnya.
Oleh sebab itu Deddy menggagas perlu ada pembatasan jumlah populasi ojek online. Pembatasan itu perlu diklasifikasikan di setiap wilayah pengoperasiannya.
"Solusi tetap mereka harus dibatasi ada kuota. Misalnya untuk kuota saat ini sudah cukup. Dengan kondisi lingkungan dan wilayah-wilayah tertentu. Misalnya Tanah Abang disana ada 100 ribu ojek online. Kalau bisa jangan ditambahin lagi," pungkasnya.
(rip/lth)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah