Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin atau akrab disapa Puput menerangkan keempat BBM yang dianggap tidak berkualitas tersebut adalah Premium 88, Pertalite 90, Solar 48 dan Dexlite.
"Ganti dengan memproduksi dan memasarkan bensin RON 91, bensin RON 95, Solar 51/53. Semua jenis BBM hanya berkadar sulfur maksimal 50 ppm," ujar Puput dalam diskusi "Pengendalian Pencemaran Udara Terganjal Kualitas BBM" di Kantor KPBB, Sarinah, Jakarta Pusa beberapa waktu yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puput menjelaskan hal ini tidak terlepas dari teknologi otomotif di Indonesia yanng sudah mengadopsi standar Euro2 sejak tahun 2007, dan Euro3 khusus sepeda motor sejak 1 Agustus 2017.
Semakin tinggi standar Euro yang ditetapkan maka semakin kecil batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, volatile hydro carbon, dan partikel lain yang berdampak negatif pada manusia dan lingkungan.
"Saat ini kita membutuhkan BBM yang memenuhi spesifikasi untuk kendaraan berstandar Euro4. Untuk itu seharusnya pemerintah sudah menghapuskan keempat jenis BBM tersebut dan mengganti dengan spesifikasi yang sesuai," ujar Puput.
Misalnya untuk standar Euro2 saja, Puput menyebut saat ini kompresi mesin baik motor maupun mobil memiliki rasio 9:1. Kendaraan dengan rasio tersebut membutuhkan bahan bakar dengan RON minimal 91.
"BBM dengan kualitas yang lebih rendah dari kebutuhan teknologi bermotor (engine technology requirement), sehingga berpotensi merusak mesin, selain menyebabkan tingginya emisi gas buang kendaraan bermotor," kata Puput.
Sedangkan untuk kendaraan solar, standar Euro2 membutuhkan kadar belerang maksimal 500 ppm. "Solar 48 kita memiliki kadar belerang rata-rata 2.000 ppm," kata Puput.
Lebih lanjut ia menjelaskan, spesifikasi untuk ambang batas seperti belerang, polifane, benzen, dan aromatic di Indonesia sudah tertinggal dari negara lain. Salah satunya kadar sulfur atau belerang.
"Perbandingan bahan bakar dari berbagai negara, Vietnam saja berani menaruh 150 sampai 50 (ppm), Indonesia masih 500 (ppm)," ujar Puput.
Sementara itu, Indonesia tidak memiliki batasan terkait Benzen. Padahal zat tersebut dinilai cukup berbahaya.
"Benzen itu yang sifatnya karsinogenik yang menyebabkan orang terkena penyakit kanker. Indonesia masih 5 (persen), di sini bahkan yang untuk RON 88 tidak diatur hanya diminta melaporkan saja, jadi boleh 6 (persen), boleh 7 (persen), boleh 10 (persen) ini berbahaya. Bahkan negara lain Australia, China menekan sampai 0,8%, India 1%, Eropa 1%, Malaysia agak tinggi menjadi 2,5%," terang Puput.
(riar/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?