bertransmisi otomatis bernama Lexam. Menurut Yamaha motor ini menargetkan kalangan menengah atas sebagai pasarnya. Hmm, memang apa rasanya menaiki motor ini?
Beruntung detikOto diberi kesempatan untuk mengetes motor ini langsung di jalan normal Jakarta yang meski di hari libur masih juga diwarnai kemacetan di beberapa titik.
Sebelum menaikinya, mari kita lihat desain tubuh motor yang namanya terinpirasi dari kata Luxury dan Lavamentum ini. Dilihat sekilas, tubuh Lexam memang enak dipandang garis tegak yang menghiasi bagian depan, sayap hingga ke samping belakang membuat Lexam terlihat dinamis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak mau menunggu lama, detikOto langsung menaiki motor yang dilepas dengan harga Rp 16,4 juta ini. Kesan pertama, semua terasa pas.
Lexam tidak memiliki ground clearance yang terlampau tinggi sehingga para
pengendaranya mampu menapak bumi dengan mudah dan mantap.
Ketika selongsong gas diplintir, mesin 113,7 cc yang sudah dilengkapi dengan teknologi YCAT (Yamaha Compact Automatic Transmission) membuat motor menderu lembut. Teknologi ini diklaim membuat mesin Lexam menjadi tahan lama, minim getaran dan suara yang lebih halus.
Perjalanan dari Cilandak Town Square menuju Monas pulang pergi pun dimulai. Di sepanjang jalan, Lexam yang memiliki dimensi 1.920x680x1.075 mm (PxLxT) ini sanggup bermanuver dengan baik layaknya sebuah motor bebek namun dengan kenyamanan tingkat tinggi.
Footstep (footboard) motor yang dibuat lebih lebar, tidak seperti footstep pada umumnya pada akhirnya juga membuat pengendara merasa nyaman saat berkendara.
Akselerasi Lexam pun terasa responsif. Sayang jalanan Jakarta yang rapat tidak memberi kesempatan rombongan untuk mencari kecepatan puncak motor ini. detikOto hanya terpaku di kecepatan rata-rata 50 km per jam dengan kecepatan tertinggi hanya 70 km per jam. Padahal nafas Lexam masih sanggup berlari di atas itu.
Selama perjalanan jalan tidak rata dan lubang yang menjadi ranjau di jalanan bisa dilibas Lexam berkat aplikasi suspensi teleskopik di bagian depan dan double shock di bagian belakang.
Di tengah perjalanan kembali ke Citos, rombongan menyempatkan diri untuk
beristirahat sejenak di kawasan Kuningan. Ketika mesin dimatikan, sebuah tombol pengunci di bagian rem kiri tinggal disentuh. Motor pun terkunci. Fitur ini mirip dengan fitur yang dipakai Honda di semua motor otomatisnya.
Ketika perjalanan dilanjutkan, kemacetan panjang ternyata tidak bisa dielakkan di kawasan Blok A, Jakarta. Namun dengan Lexam, kemacetan itu bagai sebuah angin lalu. Dengan kemampuan bermanuver tanpa mengabaikan sisi kenyamanan, kemacetan menjadi hal yang biasa.
Mungkin yang perlu dibenahi Yamaha adalah dengan memberi sisi 'kelembutan' pada joknya. Sebab jok Lexam yang menyembunyikan tangki bensin berkapasitas 4,1 liter di baliknya terasa keras yang pada akhirnya membuat pengendara cepat merasa lelah.
Tidak terasa perjalanan pun selesai dan rombongan sudah kembali lagi ke Cilandak. Sebelum turun detikOto melihat jarum penunjuk bensin yang sebelumnya berada di posisi penuh turun ke posisi tengah meski jarak tempuh menurut Patwal Polisi yang mengawal hanya sejauh 30 km.
Namun secara keseluruhan, Lexam terasa pas untuk masyarakat perkotaan yang memang membutuhkan sebuah kendaraan yang bisa diajak bergaya namun juga memiliki performa dan tingkat kenyamanan yang tinggi.
(syu/ddn)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah