Dia mengatakan bahwa pemerintah Malaysia tidak perlu mengikuti apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia mengizinkan Gojek atau Grab. Dia menyinggung bahwa driver ojek online tak punya gaji tetap.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengungkapkan pernyataan yang dilontarkan Datuk Shamsubahrin digubris dengan cara yang lebih bijak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus menerima curhatan itu, tidak perlu marah. Kita juga harus introspeksi diri. Harus diakui profesi driver ojol dan takol (taksi online) kurang menjanjikan masa depan," kata Djoko kepada detikcom.
"Profesi tersebut hanya sebagai pekerjaan sambilan tidak bisa jadi utama," sambungnya.
Di kesempatan sebelumnya, Djoko juga pernah menyebut jam kerja dan cara point telah membuat pengemudi ojek online bekerja tidak mengenal waktu (rata-rata lebih dari 8 jam sehari). Pemerintah sekaligus aplikator semestinya bisa menjamin kesejahteraan dan kelayakan kerja para mitra driver.
"Yang jelas keselamatan makin rawan dengan jam kerja di atas 8 jam, belum lagi kekhawatiran terhadap upaya suspend dari aplikator yang bisa terjadi setiap saat, tanpa ada proses klarifikasi dari pengemudi ojek daring," kata Djoko.
"Sungguh membuat suasana kerja sebagai pengemudi ojek daring jauh dari rasa aman dan nyaman. Dampaknya bisa berujung pada keselamatan kerja juga," kata Djoko.
(riar/ddn)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah