"Konsumen ojek online sangat sensitif terhadap harga. Baru setelah itu kenyamanan," ujar Ketua Tim Peneliti RISED (Research Institute of Socio-Economic Development) Rumayya Batubara, di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil survei RISED, menyimpulkan bahwa jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km/hari. Dengan jarak tempuh sejauh itu, jika ada kenaikan tarif dari Rp 2.200 km (asumsi tarif tertinggi saat ini) menjadi Rp 3.100/km (naik Rp 900/km), maka pengeluaran konsumen bertambah jadi Rp 7.920/hari.
"Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali, dan yang hanya ingin keluar biaya tambahan kurang dari Rp 5.000/hari. Total persentasenya mencapai 71,12 persen," lanjut Rumayya.
Jika kenaikan tarif ojek online tersebut benar-benar terjadi, maka berpotensi menurunkan pendapatan para mitra driver ojek online.
"Keuntungan besar awalnya memang akan didapat para driver ojek online. Tapi hanya jangka pendek, paling sebulan hingga dua bulan saja," kata Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal.
Setelah itu, permintaan konsumen akan transportasi ojek online diprediksi menurun signifikan. "Konsumen dapat dengan mudah kembali menggunakan kendaraan pribadi sepenuhnya apabila tarif ojol naik signifikan. Yang dikhawatirkan pengguna motor atau mobil pribadi akan bertambah banyak," terang Rumayya.
Tonton juga video 'Begini Jadinya Kalau Ojol Berlagak jadi Pramugari':
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?