Ini adalah salah satu potret kegagalan pendidikan kita. Anak-anak itu tentu saja bersekolah, mendapat pendidikan formal. Tapi pendidikan tidak membuat anak-anak kita menjadi manusia tertib. Tentu saja di sekolah mereka diajarkan untuk tertib mematuhi peraturan lalu lintas. Namun hanya secara verbal saja. Ajaran verbal itu tidak menjadi perilaku dalam keseharian. Hal yang sama terjadi pada nilai lain, seperti menjaga kebersihan.
Apa masalahnya? Tertib lalu lintas memang belum menjadi nilai penting yang dipraktikkan dalam keseharian. Para orang dewasa begitu biasa melanggar. Bagi mereka pelanggaran itu boleh dilakukan. Orang-orang dewasa biasa naik sepeda motor tanpa SIM, tanpa helm, melawan arus, melanggar rambu, dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang-orang tak terdidik, tidak patuh pada nilai ini, menurunkan kebiasaan buruk itu kepada anak-anak mereka. Mereka menganggap, anak-anak naik sepeda motor itu hal yang lumrah saja. Maka mereka biarkan anak-anak naik sepeda motor. Bahkan tidak sedikit yang menjadikan hal itu sebagai kebanggaan. Anak-anak naik sepeda motor di usia dini adalah sebuah prestasi.
Dalam acara wisuda di sekolah anak saya, salah seorang siswa peserta wisuda datang dengan kursi roda, masih menderita sakit akibat kecelakaan sepeda motor yang ia alami beberapa bulan sebelumnya. Ada pula tetangga saya yang anaknya mengalami patah kaki akibat kecelakaan. Ada begitu banyak korban kecelakaan sepeda motor, dari kalangan anak-anak. Sayangnya, semua itu tak kunjung membuat para orangtua sadar.
Anak-anak belum layak naik sepeda motor. Fisik mereka belum memenuhi syarat dalam hal ukuran dan tenaga yang diperlukan untuk mengendalikan sepeda motor. Lebih dari itu, emosi mereka juga belum cukup matang. Karena itu usia pemberian SIM dibatasi.
Anak-anak yang belum memenuhi syarat, juga tidak mengetahui aturan tata tertib, dibiarkan naik sepeda motor adalah hal yang sangat berbahaya. Berbahaya bagi mereka, juga berbahaya bagi pengguna jalan yang lain. Sungguh mengherankan, ada orangtua yang tega membiarkan anak-anak mereka menempuh risiko, entah untuk tujuan apa.
Ini harus dihentikan. Kebiasaan buruk ini harus dihilangkan. Sayangnya, langkah ke arah itu tidak kunjung diambil. Sebagaimana para orangtua yang menganggap ini soal sepele, para pemangku kepentingan seperti pihak sekolah, kepolisian, dan pemerintah daerah juga tidak menganggap ini soal mendesak yang harus ditangani.
Apa yang bisa kita lakukan? Saya sering menegur anak-anak yang naik sepeda motor. Saya ingatkan bahayanya. Tentu saja anak-anak saya sendiri saya jauhkan dari sepeda motor. Saya memberi tahu teman-teman dan kerabat untuk memperhatikan hal ini. Saya berharap banyak orang melakukan hal serupa.
Sementara ini hanya hal-hal kecil itu saja, sambil menunggu pihak berwenang melakukan hal yang lebih serius lagi.
Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia (ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah