Awal kisah tersesat ini berawal ketika ekspedisi memasuki hari kedua, Jumat (22/5/2015). Rombongan yang berisikan tujuh All New NP300 Navara yang dikemudikan oleh para pewarta, didukung oleh mobil-mobil yang menjadi supporting team, bertolak dari Takengon menuju Meulaboh.
Dua wilayah itu berjarak kurang lebih 200 Km. Rombongan tinggal bergerak dari Takengon ke arah Selatan via Beutong.
Namun yang terjadi di luar perkiraan. Rombongan malah bergerak ke arah timur laut, ke arah Kabupaten Gayo Lues. Hal itu disebabkan karena panitia yang berada di mobil terdepan, salah mengambil jalur yang langsung mengarah ke Meulaboh.
Awalnya rombongan tak menyadari mengarah ke arah yang salah. Namun justru, tim ekspedisi sangat menikmati jalanan perbukitan berkelok-kelok, meski sesekali dihambat jalan yang menyempit karena longsor ataupun aspal yang kadang menghilang berganti lumpur.
Hingga akhirnya lebih dari lima jam setelah bertolak dari Takengon -- estimasi perjalanan Takengon ke Meulaboh kurang lebih tiga jam saja --, rombongan berhenti di sebuah perkampungan. Di kampung Batu Kapur, Kecamatan Rakit Gaib, Kabupaten Gayo Lues ini rombongan menikmati mie instan yang dijual salah satu warung.
"Melenceng jauh kalau mau ke Meulaboh lewat sini," kata seorang warga yang ada di warung tersebut.
Warga itu memberitahu, untuk dapat mencapai ke Takengon sebaiknya kembali lagi ke Takengon melalui rute yang baru saja kami lalu, baru kemudian mengambil rute langsung ke Meulaboh, seperti rencana awal. Namun ada warga lain yang mengatakan rombongan bisa mencapai ke Meulaboh dengan mengambil rute terus ke depan.
Akhirnya diputuskan, rombongan menempuh jalur terus ke depan. Tentu saja rute ini sama sekali belum pernah disurvei sebelumnya.
"Kalau kita balik ke rute tadi, mental jadi nggak semangat. Kalau ke depan kan menantang," kata GM Marketing Product and Planning NMI Budi Nur Mukmin yang ikut dalam ekspedisi ini.
Sekitar pukul 15.00 WIB, tim ekspedisi melanjutkan perjalanan, dan mulai saat ini bisa disebut sebagai petualangan, menuju Meulaboh, melalui rute yang masih 'misterius' itu.
Tim melintasi jalanan aspal berkelok yang semakin lama semakin menyempit. Perkampungan kecil yang ada di kanan kiri pun tak lagi terlihat. Hingga akhirnya aspal menghilang dan tinggalah rombongan dihadapkan pada jalanan berbatu dengan tanjakan yang cukup curam.
Selain tanjakan yang cukup terjal, hujan juga mengguyur dengan derasnya. Akhirnya diputuskan, tiga Nissan X-Trail dengan sopirnya masing-masing, yang menjadi pendukung ekspedisi ini, kembali ke Takengon dengan cara balik kanan.
Penumpang X-Trail berpindah ke Navara. Tiga X-Trail itu diminta balik kanan karena sistem 2WD yang dimilikinya dikhawatirkan tak mampu menembus terjalnya medan.
Kemudian tinggal tujuh Navara yang kompak dialihkan ke sistem 4WD. Tinggal memutar kenop di kabin dan mengatur Limited Slip Differential (LSD) untuk mengubah mobil yang memiliki tenaga maksimum 174 dk/4/000 rpm ini menjadi 'monster' offroad.
Satu per satu, Navara melintasi tanjakan terjal dan licin dengan tingkat kemiringan sekitar 45 derajat itu. Di sistem 4WD itu, respons mesinnya terbilang cukup. Redaman shockbreaker depan juga terasa cukup baik, tidak terlalu keras untuk ukuran pick-up double cabin.

Berjalan dengan sangat hati-hati karena hari mulai malam, jalanan licin terjal berliku masih menemani rombongan sampai dua jam ke depan. Kemudian, rombongan dihadapkan pada rute yang menyempit, di mana persis di sisi kiri terdapat jurang. Hambatan ini dapat dilalui.
Setelah satu jam berjalan, masih dengan tipe trek yang sama, rombongan terpaksa menghentikan laju karena terdapat batang pohon jatuh yang menghalangi jalan. Beruntung ada penduduk lokal yang kebetulan melintas dengan sepeda motor dari arah yang sama.
Motor itu, diangkat ramai-ramai melewati pohon lantas si warga yang ditemani seorang anggota rombongan melaju untuk memanggil tukang gergaji yang bekerja di proyek, tak jauh dari situ.
Sekitar 45 menit kemudian warga itu datang disusul dua orang tukang gergaji yang juga mengendarai sepeda motor. "Ngeng.. ngeng," suara gergaji mesin menderu membelah batang pohon menjadi lima bagian.

Setelah urusan administrasi dengan tukang gergaji selesai, rombongan kembali melintas jalanan hutan, berkelok dan terjal. Namun petualangan belum selesai sampai di situ.
Mobil yang berada di urutan kedua dari depan mendadak terjerembab ke dalam lubang mirip parit yang ada di tengah-tengah jalan. Beruntung tidak ada yang mendapatkan luka dari insiden ini.
Akan tetapi Nissan Navara warna oranye tipe VL itu dalam berada posisi miring ke kanan ini tak bisa bergerak, lantaran roda depan dan belakang sisi kanan, dalam posisi menggantung, tidak mendapatkan pijakan. Anggota eksepedisi yang berada di mobil lain turun untuk memberikan bantuan.
Anggota ekspedisi lantas mengguyur bawah roda sisi kanan dengan bebatuan, agar ban mendapatkan pijakan. Setelah beberapa lama, mobil yang terus disetel di mode 4WD ini dapat melaju ke depan dan kembali ke posisi normal, tegak seperti seharusnya.
Setelah kurang lebih 30 Km melintasi rute terjal perbukitan menembus belantara Terangon, Gayo Lues, sekitar pukul 23.30 WIB, rombongan menemukan jalan aspal yang menuntun ke perkampungan Kapur Merah, Kecamatan Babahrot. Di daerah terakhir ini sudah banyak dijumpai rumah penduduk.
Kemudian rombongan menuju ke Meulaboh dan tiba di Banda Aceh sekitar pukul 07.30 WIB, Sabtu (23/5) pagi, terlambat 12 jam dari jadwal awal untuk tiba di ibukota Provinsi Aceh itu.
Tersesat di belantara, yang membuat jadwal test drive menjadi molor, jelas sesuatu yang tidak diinginkan.
Namun rute rimba yang belakangan diketahui berada di pinggiran Taman Nasional Gunung Leuser itu, merupakan trek sempurna untuk menguji ketangguhan Navara. Dan mobil yang memiliki tenaga maksimum 190 dk/3600 rpm ini lulus dari ujian itu. Takjub!
(Fajar Pratama/Dadan Kuswaraharja)
Komentar Terbanyak
Mobil Esemka Digugat, PT SMK Tolak Pabrik Diperiksa
Syarat Perpanjang SIM 2025, Wajib Sertakan Ini Sekarang
7 Mobil-motor Wapres Gibran yang Lapor Punya Harta Rp 25 Miliar