Jakarta - Moda transportasi yang eksis di tahun 1970-an ini sempat menjadi primadona di masanya. Nasib Mobet baik, tak lekang oleh zaman meski teknologi terus menggerus.
Picture Story
Kala Mobet Menolak Punah

Mobet adalah kendaraan bermotor roda tiga alias becak motor asli Jakarta. Mobet sendiri gabungan dari kata Mo yang artinya motor dan Bet yang artinya betjak. Jauh sebelum kendaraan listrik maupun ojek online merambah, mobet menjadi andalan transportasi warga Kemayoran dan sekitarnya.
Bahkan hingga kini mobet masih dapat ditemui di kawasan Kemayoran, pasar senen dan sekitarnya. Mereka tetap ada dan seperti memiliki pasarnya sendiri. Salah satu pengemudi mobet Adi (50) menyebut pelanggan mobet tidak hanya sebatas mengantar orang namun juga barang dari percetakan maupun barang dari pasar.
Ongkosnya pun bervariasi, namun Adi mengaku membuka argo mulai Rp 15.000 tergantung jarak tempuh, semakin jauh jarak yang ditempuh argo pun akan semakin bertambah.
Meski harus bersaing dengan alat transportasi lainnya seperti ojek online, bajaj dan kendaraan pribadi namun mobet masih eksis hingga saat ini. Bahkan baik mobet maupun ojol mereka nampak menunggu orderan bersama di pinggir jalan.
Para pengemudi mengaku tantangan saat ini yaitu jalanan yang kian menyempit seiring terus bertambahnya kendaraan pribadi sehingga terkadang harus bersenggolan dengan kendaraan lainnya.
Sementara itu pengemudi mobet dikatakan mencapai 200 orang, hal tersebut disampaikan Yanto Wakil Paguyuban Motor Becak mereka tersebar di kawasan Kemayoran. Angka itu disebut tak akan bertambah karena kini tidak ada lagi bengkel yang mau membuatkan mobet.
Dulu mobet menggunakan mesin asal China dan memiliki kayuh seperti sepeda, namun para pengemudi mengubahnya dengan memakai mesin motor karena lebih murah perawatannya.
Sebagian dari mereka masih menyewa mobet kepada pemiliknya dengan membayar Rp 20.000 perharinya, meski begitu sebagian lain memilih membeli unit mobet dengan kisaran harga Rp 7.500.000.
Dengan modal tersebut mobet hanya diperbolehkan beroperasi di kawasan Kemayoran, semua pengemudi pun taat untuk tidak mengambil risiko saat ada penumpang yang meminta keluar dari kawasan itu.
Mereka sudah tau bahwa jika nekat maka kendaraan mobetnya akan βdikandangkanβ petugas, hal itu tentu sangat merugikan dimana mobet menjadi mesin pencari rejeki bagi mereka.
Mayoritas para pengemudi mobet kini telah lanjut usia, sebagian dari mereka mengaku telah membawa mobet hingga puluhan tahun. Ada pula yang memilih meneruskan profesi mobet kepada anaknya.
Sebagai mata pencaharian satu-satunya para pengemudi berharap agar Pemerintah terus memperbolehkan izin mobet agar tidak punah dan tinggal sejarah.
Beginilah potret Mobet yang masih bertahan dan menolak punah di belantara Jakarta.
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Bayar Pajak STNK Masih Datang ke Samsat? Kuno! Ini Cara Bayar Pakai HP